Gedung Cak Durasim, Kenang Semangat Juang Seniman Ludruk Era Kolonial

Selasa 12-11-2024,11:00 WIB
Reporter : Della Aulia Feronica
Editor : Guruh Dimas Nugraha

Terletak di kompleks Taman Budaya Jawa Timur, Gedung Cak Durasim bukan sekadar tempat pertunjukan seni. Melainkan monumen penghormatan terhadap seorang pahlawan yang menjadikan seni sebagai alat perlawanan terhadap kolonialisme Jepang: Cak Gondo Durasim.

Setiap sore, areal Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Genteng Kali, Surabaya, dipenuhi anak-anak muda yang berlatih menari. Sering pula para seniman berkumpul di tempat itu. Berdiskusi, berbincang, atau sedang terlibat acara kesenian. Seperti pentas musik, teater, pertunjukan seni tradisi, dan pameran lukisan.

Dalam kompleks Taman Budaya tersebut, di bagian tengah terdapat pendapa Jayengrana. Kemudian di sisi timur berdiri megah Gedung Cak Durasim. Di gedung pertunjukan itu kerap digelar acara-acara besar. 

BACA JUGA:Gala Premier Film Surga Dalam Bingkai Kayu di Gedung Cak Durasim


Suasana malam di halaman Gedung Cak Durasim. Gedung itu dinamakan Cak Durasim, pahlawan yang berjuang lewat kesenian ludruk.-Vincentius Andito-HARIAN DISWAY

Sebelum diberi nama "Cak Durasim," gedung itu mulanya dibangun pada tahun 1881. Dipercaya sebagai dari gedung Kadipaten Soerabaia, yang digunakan sebagai rumah bupati. Pemerintahan Surabaya masa lalu ada di kawasan itu.

Seiring berjalannya waktu, pada 1976, gedung itu mengalami berbagai perubahan fungsi. Hingga ditetapkan sebagai cagar budaya. 

Nama "Cak Durasim" diambil dari seorang seniman ludruk legendaris, Cak Gondo Durasim. Ia dikenal karena perjuangannya dalam menyampaikan pesan-pesan sosial melalui seni pertunjukan.

BACA JUGA:Di Balik Persiapan Hari Musik Nasional Cak Durasim Surabaya

Itu merupakan bentuk penghormatan atas dedikasi Cak Durasim sebagai seniman pahlawan. Nama tersebut juga menjadi simbol semangat perlawanan yang sejalan dengan semangat Kota Surabaya sebagai Kota Pahlawan.

Menurut Kuncarsono Prasetyo, pegiat komunitas sejarah Begandring Soerabaia, Cak Durasim adalah seniman yang menggunakan parikan atau pantun Jawa untuk menyampaikan kritik sosial dan perlawanan terhadap penjajah.

"Sejak 1935, Cak Durasim telah aktif dalam dunia seni. Ia bergabung dengan Gerakan Nasional Indonesia di bawah pimpinan dr. Sutomo. Sosoknya semakin disegani ketika ia lantang mengkritik kesewenang-wenangan Jepang melalui parikan-nya,” ujarnya.

BACA JUGA:Perayaan Panjebar Semangat Rayakan 90 Tahun Usia dalam Tema Jangan Kepaten Obor

Parikan itu berbunyi: bekupon omahe doro, melu Nippon tambah soro. Artinya, "Bekupon kandang burung dara. Ikut Nippon (julukan Jepang) tambah sengsara". Parikan tersebut menyebabkan Cak Durasim ditangkap. 

Meski Cak Durasim begitu lekat dengan identitas Surabaya, sesungguhnya Cak Durasim lahir di Jombang. Konon, kota itu merupakan tempat kelahiran kesenian ludruk.

Namun, informasi mengenai masa mudanya sangat terbatas. Belum banyak catatan-catatan sejarah atau warisan tertulis terkait dirinya. Sehingga detail kehidupannya pada usia muda tidak banyak diketahui.

Kategori :