POLITIK ITU CAIR. Begitu kata para ahli politik. Artinya, politik tidak ada yang padat dan tidak bisa bergerak. Politik selalu cair dan bergerak pragmatis ke sana kemari, seperti yang terungkap dalam adagium ”dalam politik tidak ada pertemanan yang abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi”.
Politik yang cair bisa (dan sering, kalau tidak selalu) diterjemahkan secara harfiah, yaitu politik tidak akan jalan kalau tidak cair. Dalam hal ini, yang cair adalah uang. Kalau uang tidak cair, politik tidak akan jalan.
Ada lagi. Prabowo dalam pidato pelantikan presiden mengatakan bahwa politik Indonesia harus dijalankan secara santun. Oposisi boleh saja, tapi harus dijalankan secara santun. Kritik boleh saja, tapi harus dilakukan secara santun, sesuai dengan budaya timur yang serbasantun.
BACA JUGA:Endorse Jokowi
BACA JUGA:Wajah Jokowi di Kabinet Prabowo
Pidato Prabowo itu mendapat tanggapan yang beragam. Ada ilmuwan politik yang mengkritisi konsep politik santun itu, menunjukkan bahwa Prabowo tidak sepenuhnya paham esensi demokrasi. Prabowo dianggap akan mengembalikan otoritarianisme versi neo Orde Baru.
Para aktivis politik yang pragmatis menertawakan konsep Prabowo dengan mengatakan bahwa di Indonesia tidak cukup hanya menerapkan politik santun. Yang lebih penting lagi adalah ”politik santunan”. Sebab, tanpa santunan, mustahil politik bisa jalan di Indonesia.
Ungkapan pelesetan NPWP (nomer piro wani piro), ’nomor berapa berani berapa’, menjadi sangat populer dan mencerminkan meluasnya politik santunan di Indonesia.
BACA JUGA:DPA Baru, Karpet Merah buat Jokowi?
BACA JUGA:Reality Show ala Trump (Jokowi dan Prabowo)
Politik cair dan politik santunan terlihat jelas praktiknya di pemilihan kepala daerah serentak di Indonesia 27 November 2024 yang baru lalu. Dukung-mendukung dan endorse-meng-endorse menjadi warna yang sangat berwarna-warni. Seseorang yang pada pilpres Februari yang lalu berada pada satu kubu, pada pilkada, bisa berada pada posisi yang berseberangan.
Politik cair dalam pilkada 2024 tidak semasif pada Pilpres 2024. Setidaknya operasi penyebaran bansos dan sembako tidak sebrutal pada Pilpres 2024. Namun, pada pilkada 2024 ini yang cair adalah keterlibatan partai baru yang disebut sebagai ”parcok”, akronim dari partai cokelat, yang merujuk pada seragam polisi.
Di sebagian kalangan masyarakat, ketidaksukaan kepada polisi diekspresikan melalui beberapa ungakapan. Di Amerika Serikat dan Eropa ada gerakan yang cukup besar dengan memakai semboyan ACAB, singkatan dari all cops are bastards, ’semua polisi adalah bajingan’. Di setiap aksi protes sering terlihat poster maupun grafiti bertulisan ACAB.
BACA JUGA:Apakah Jokowi Masih Bertaji?
BACA JUGA:Jokowi, The Next Level Soeharto