BACA JUGA: Komunikasi Nonverbal Tumbuhkan Citra pada Individu
Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan dana pendidikan tidak terpengaruh efisiensi anggaran, banyak program Kampus Merdeka yang ditiadakan dengan alasan "sedang dikaji ulang untuk penyerapan efektivitasnya".
Hal ini sesuai dengan cuplikan gambar yang sempat viral di masyarakat beberapa waktu lalu yang menyebutkan bahwa pendidikan dan kesehatan merupakan program prioritas pendukung dan bukan program prioritas utama pemerintah saat ini.
Saatnya Berhenti Permisif
Toleransi terhadap korupsi sekecil apapun harus dihentikan sebelum menjadi budaya yang merugikan.-IqbalStock-Pixabay
Program efisiensi anggaran yang saat ini tengah dijalankan pemerintah disebut-sebut sebagai program unggulan yang akan menguntungkan masyarakat. Namun, dengan bagaimana kita sebagai masyarakat telah merasakan dampak 'buruk' tersebut, sudah seharusnya kita tetap mengikuti dan mencermati kebijakan ini.
Mengingat kita hidup di negara demokrasi dan memiliki kebebasan berpendapat, maka kita harus berhenti bersikap permisif, terutama terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan kita.
BACA JUGA: KPK Pastikan Efisiensi Anggaran Tidak Pengaruhi Kinerja, tetap Gaspol Beburu Koruptor!
BACA JUGA: Refleksi Ramadan: Berharap Kepemimpinan Indonesia yang Lebih Empatik
Masyarakat Indonesia memang kerap kali kecewa dengan pemerintahannya sendiri, tetapi bukan berarti kita juga membiarkan atau bahkan mengikuti kebiasaan buruk tersebut.
Jika kita menginginkan pemerintahan yang bersih dan transparan, maka kita harus memulainya dari skala yang paling kecil: organisasi, masyarakat, bahkan pengelolaan keuangan pribadi. Disiplin dalam menyusun anggaran bukan hanya soal angka, tetapi juga soal integritas.
Jika dalam skala kecil saja kita terbiasa bersikap permisif, bagaimana mungkin kita menuntut pejabat untuk lebih jujur dalam mengelola keuangan negara? Korupsi tidak selalu berawal dari niat jahat yang besar.
BACA JUGA: Overconfidence, Tantangan Masa Depan Strategi Perusahaan
Kadang, korupsi lahir dari kebiasaan yang dianggap remeh namun terus dibiarkan. Jika kita ingin berubah, mungkin kita harus berhenti menganggap pembulatan anggaran sebagai sesuatu yang sepele.
Di tengah upaya efisiensi tersebut, masyarakat juga memiliki peran penting. Jika kita masih terbiasa bersikap permisif terhadap pengelolaan keuangan yang tidak efisien dalam skala kecil, maka perubahan di level atas pun akan sulit terjadi.
Oleh karena itu, kesadaran untuk lebih disiplin dalam menyusun anggaran harus dimulai dari diri sendiri, sehingga transparansi dan efisiensi benar-benar dapat terwujud di semua lini, mulai dari individu hingga pemerintah pusat. (*)
Anggie Ayu Isra Tristanty--
*) Mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga