Ekspektasi vs Realitas: Ketika Klaim Bisnis Lebih Banyak Dramanya

Rabu 18-12-2024,09:42 WIB
Oleh: Nikolas Wongso*

Dari perspektif perusahaan, itu membawa pelajaran penting: tanggung jawab terhadap klaim yang dibuat dalam iklan sangat besar. Tidak hanya soal menarik perhatian sesaat, tetapi juga tentang membangun dan mempertahankan kepercayaan jangka panjang dengan konsumen. 

Kasus-kasus seperti yang dialami POM Wonderful dan L’Oréal, yang harus menghadapi tuntutan hukum karena membuat klaim kesehatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, menunjukkan betapa besar konsekuensi yang bisa dihadapi perusahaan jika mereka gagal menjaga kejujuran dalam iklan mereka. 

Hal itu juga mempertegas pentingnya etika dalam berbisnis –sebuah pelajaran yang tidak bisa diabaikan oleh perusahaan mana pun yang ingin bertahan dan berkembang dalam pasar yang makin cerdas dan kritis.

Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran konsumen terhadap overclaiming dalam iklan kian meningkat. Salah satu faktor utama yang memicu perubahan itu adalah kemudahan akses informasi yang makin besar, yang memungkinkan konsumen untuk lebih mudah mengevaluasi klaim pemasaran yang mereka temui. 

Makin banyak konsumen yang memahami hak-hak mereka, serta dampak dari iklan yang menyesatkan, yang membuat mereka lebih cermat dalam meneliti kebenaran klaim produk atau layanan yang ditawarkan.

Perubahan itu membawa dampak signifikan bagi perusahaan. Mereka kini tidak hanya dituntut untuk menawarkan produk berkualitas, tetapi juga untuk mempraktikkan pemasaran yang transparan dan jujur. 

Jika tidak, mereka akan kehilangan kepercayaan konsumen yang bisa berujung pada penurunan loyalitas dan reputasi yang sulit diperbaiki. 

Kasus seperti Activia dan GoDaddy memberikan pelajaran penting bagi perusahaan tentang pentingnya menjaga integritas dalam iklan. Activia, misalnya, harus menghadapi pemeriksaan atas klaim kesehatan yang tidak terbukti, sedangkan GoDaddy dikenai sanksi karena iklan yang menyesatkan. 

Kedua kasus itu memperlihatkan betapa besar pengaruh kesadaran konsumen dan pengawasan regulasi terhadap praktik pemasaran yang bertanggung jawab.

Di Indonesia, upaya untuk menanggulangi klaim berlebihan itu juga telah diatur secara jelas melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang jujur. 

Dapat disimpulkan bahwa overclaiming dalam bisnis merupakan praktik berbahaya yang tidak hanya dapat merugikan konsumen melalui klaim yang menyesatkan, tetapi juga dapat menimbulkan dampak negatif jangka panjang bagi perusahaan, termasuk hilangnya kepercayaan dan reputasi. 

Meski ada regulasi yang mengatur praktik periklanan, seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Kode Iklan Indonesia, tantangan dalam menjaga integritas iklan tetap ada. 

Peningkatan kesadaran konsumen dan penegakan regulasi yang lebih ketat menjadi penting untuk menciptakan lingkungan bisnis yang transparan dan etis sehingga perusahaan diharapkan dapat lebih bertanggung jawab dalam penyampaian klaim iklan dan membangun hubungan yang lebih baik dengan pelanggan. (*)


*) Nikolas Wongso adalah mahasiswa Prodi Bisnis Manajemen, Universitas Ciputra Surabaya.

 

Kategori :