BACA JUGA:Franchise Laundry Jadi Peluang Bisnis Menjanjikan di Era Modern
Fenomena overclaiming dalam dunia bisnis tidak hanya soal membuat klaim berlebihan untuk menarik perhatian konsumen, tetapi juga melibatkan dimensi psikologis yang lebih dalam.
Ketika konsumen merasa ditipu iklan, dampaknya bisa jauh lebih besar daripada sekadar kehilangan penjualan sesaat. Rasa tertipu itu dapat mengubah perilaku konsumen secara keseluruhan.
Konsumen yang merasa telah dibohongi cenderung enggan untuk membeli produk yang sama lagi, bahkan jika kualitas produk tersebut sebenarnya baik.
Itu menunjukkan betapa kuatnya pengaruh persepsi terhadap keputusan pembelian dan loyalitas merek.
BACA JUGA:Awas, Jangan Asal Berbisnis kalau Belum Tahu Green Washing!
BACA JUGA:Mengapa Value Creation Advance Penting dalam Bisnis? Temui Jawabannya dalam Workshop Ini!
Kasus Volkswagen menjadi salah satu contoh paling mencolok tentang bagaimana klaim palsu bisa berujung pada kerugian yang tak terhingga.
Volkswagen, yang selama bertahun-tahun dikenal sebagai merek dengan reputasi kuat, akhirnya harus menghadapi konsekuensi besar setelah terungkap bahwa mereka telah memanipulasi data emisi kendaraan mereka.
Mereka tidak hanya menipu konsumen, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap merek tersebut.
Kasus itu tidak hanya berdampak pada pelanggan mereka, tetapi juga memengaruhi persepsi pasar secara luas, bahkan menciptakan ketidakpastian yang meluas tentang integritas industri otomotif.
BACA JUGA:Deretan Platform Penunjang Bisnis Kuliner, Salah Satunya Runchise
BACA JUGA:Pesan Wirausaha Dahlan Iskan di ACEC Unair: 'Bisnis Bukan Sekadar Produk, Tapi Uang'
Dampak psikologis dari penipuan itu tidak hanya terbatas pada individu yang merasa dikhianati. Ketika konsumen merasa iklan tersebut menipu mereka, itu menciptakan gelombang ketidakpercayaan yang merembet ke masyarakat luas.
Dalam jangka panjang, itut dapat merusak ekuitas merek dan memengaruhi dinamika pasar secara keseluruhan. Merek yang awalnya dipercaya bisa kehilangan posisi mereka di pasar.
Konsumen pun bisa menjadi lebih skeptis terhadap iklan dari semua perusahaan.