Mengenal Agustinus Tri Budi Utomo, Pemimpin Baru Keuskupan Surabaya (1): Saat Remaja, Menjauh dari Agama

Selasa 24-12-2024,12:00 WIB
Reporter : Michael Fredy Jacob
Editor : Noor Arief Prasetyo

Romo Didik menceritakan, bapaknya pindah agama karena pernah menjadi ’’korban’’ keluarga poligami. Begitu pula ibu Romo Didik, yakni Eny Sukarniati.


PERJALANAN HIDUP Romo Didik ketika menerima sakramen Komuni Pertama di Ngawi.-Dokumen Pribadi-

Sampai di satu titik, salah satu keluarga mereka ada yang menikah secara Katolik. Saat itu, bapak Romo Didik terkesan dengan pernikahan tersebut. Ada janji setia dan janji lainnya dalam upacara pernikahan. “Pulang dari pernikahan itu, bapak saya langsung memutuskan untuk pindah Katolik. Bapak saya tidak mau keluarganya jadi korban poligami,” bebernya.

Tidak butuh waktu lama, mereka sekeluarga pun pindah Katolik. Kepindahan itu menjadikan hubungan keluarga Didik dan Romo Rossi semakin dekat. Tetapi, keluarganya menjadi Katolik bukan karena Romo Rossi. Setelah jadi Katolik, Romo Rossi-lah yang kemudian menjadi inspirasi Romo Didik.

“Kehidupan saya itu sangat dipengaruhi oleh beliau. Saya banyak belajar dari Romo itu. Bagaimana beliau itu bergaul sama semua orang tanpa menyinggung masalah agama. Tidak ada kristenisasi,” kata pria kelahiran 12 April 1968 itu.

Saat itu gereja Katolik di desanya cukup jauh. Paling dekat jaraknya lima kilometer dari rumahnya. Ibadahnya juga hanya satu bulan sekali. Sehingga, setiap minggu ia pindah-pindah gereja untuk beribadah. Tidak ada kendaraan. Harus jalan kaki.

Didik dibaptis pada 30 Maret 1975. Romo Rossi yang membaptisnya. Kepindahan Didik dan keluarganya menjadi Katolik, tidak membuat Didik langsung beriman. Sebaliknya, ia malah menjadi anak yang ’’benci’’ terhadap agama. Kondisi itu terjadi ketika ia lulus dari SMP Negeri Sine dan sekolah di SMA Katolik Sint Louis, Madiun.

“Saat saya pindah ke Madiun itu saya berusaha menjadi diri saya sendiri. Saya jadi tidak suka dengan agama. Bukan hanya Katolik, ya. Saya malah lebih nyaman dengan Kejawen. Keluarga saya juga banyak penganut kepercayaan itu,” ungkapnya.

Kejawen adalah kepercayaan, pandangan hidup, dan falsafah hidup yang dianut oleh masyarakat Jawa. Kejawen merupakan perpaduan dari kepercayaan asli masyarakat Jawa dengan aliran agama yang masuk ke Pulau Jawa, seperti Hindu, Buddha, Kristen, dan Islam.

Kondisi itu ia jalani selama tiga tahun. Selama Didik menempuh pendidikan SMA di Madiun. Padahal, waktu itu Didik menempuh pendidikan SMA di sekolah Katolik. Sekolah itu saat ini sudah tutup.

“Saya akhirnya kembali percaya dengan agama dan bisa mengimani Katolik karena teman saya. Ia sangat rajin beribadah. Ia sangat taat dengan agama,” katanya lagi. (*)

Pendakian yang Mengubah Hidup, baca besok… (*)

Kategori :