Pada 22 Januari 2025, Agustinus Tri Budi Utomo resmi dilantik menjadi Uskup Surabaya. Romo Didik, sapaannya saat ini, adalah rohaniwan Katolik yang dikenal dekat dengan organisasi lintas iman. Itu berkat perjalanan panjang kehidupan beserta segenap warna-warninya.
TENTU saja, pastor kelahiran Desa Pandansari, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, itu sama sekali tak menyangka. Namanya dipilih oleh Paus Fransiskus sebagai pengganti Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono yang wafat pada 10 Agustus 2023.
Romo Didik sendiri merasa bahwa kualifikasinya untuk menjadi uskup, pemimpin gereja, belum memadai. Terutama soal pendidikan. Apa pun, kepercayaan dari Gereja harus diterimanya. Karena itu pula, Romo Didik terus memantapkan persiapannya, terutama menyongsong pentahbisan sebagai uskup.
Selain itu, umat Katolik di Surabaya pun memandang Romo Didik punya pengalaman yang memadai sebagai Wali Gereja. Dan memang, pria 56 tahun tersebut memiliki segudang cerita yang membentuk pribadinya seperti sekarang ini.
BACA JUGA:Mengenal Agustinus Tri Budi Utomo, Pemimpin Baru Keuskupan Surabaya (2): Pendakian yang Ubah Hidup
BACA JUGA:Gereja Katedral Keuskupan Kupang Diresmikan Presiden, Siap Sambut Natal
Barangkali, banyak umat tidak menyangka bahwa Romo Didik tidak terlahir dari keluarga Katolik.
“Awalnya bapak saya: FX Dardjimunarto yang pindah Katolik. Sehingga, keluarganya, termasuk saya, ikut pindah Katolik. Jadi, saya pindah Katolik ini bukan karena kemauan saya sendiri. Tetapi, paksaan ayah saya waktu itu,” katanya kepada Harian Disway, Kamis 19 Desember 2024.
Ketika itu, ia tidak banyak protes. Anak ketiga dari lima bersaudara itu hanya menuruti apa yang diperintahkan orang tuanya. Akhirnya, Romo Didik pindah Katolik.
Keluarga Romo Didik tergolong terpandang. Bapaknya adalah guru dan kakeknya adalah kepala desa. Karena itu, mereka pun sering ditemui oleh tokoh-tokoh. Termasuk para pemuka agama
“Jadi, sebelum saya pindah Katolik, sebenarnya keluarga saya itu sering bertemu Romo Emilio Rossi CM. Ia dari Italia. Tetapi bukan untuk penyebaran agama Katolik. Hanya karena kakek saya kepala desa, jadi pasti ditemui banyak orang,” bebernya.
ROMO DIDIK merenung di depan prasasti para Uskup Surabaya. Di antaranya adalah Mgr J.A.M Klooster (1973-1982), Mgr J.S. Hadiwikarta (1994-2003), dan Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono 2007-2023.-Dokumen Pribadi-
Di dalam sejarah gereja Katolik di Jawa Timur, Romo Emilio Rossi memang cukup terpandang. Pastor itu termasuk dalam ’’kloter’’ awal misionaris yang melayani di Jawa Timur. Terutama, pastor Italia dari ordo Kongregasi Misi (CM).
Kala itu, untuk membantu Gereja Katolik di Jawa Timur, misionaris CM dari Provinsi Roma datang pada 1964. Dua yang pertama adalah Rolando Siveri CM dan Carlo del Gobbo CM. Selanjutnya ada 12 pastor baru yang datang. Mereka ditugaskan di wilayah barat Keuskupan Surabaya. Yakni di Madiun, Ngawi, Ponorogo, Pacitan, Blora, Cepu, dan Rembang.
Nah, Romo Rossi juga dikenal karena pelayanannya di Kediri. Sebagai Pastor Paroki, Romo Rossi juga sempat menginiasi renovasi Gereja Puhsarang yang terkenal itu. Hingga akhir hayatnya, Romo Rossi tetap di Kediri. Ia dimakamkan di tengah-tengah pemakaman umum. Sebab, Romo Rossi berwasiat tidak mau dimakamkan di kompleks khusus untuk pastor. Ia ingin di tengah-tengah umat.