Yio Sioe Hoen selalu merendah. Dalam soal perhatiannya pada pendidikan, dia bilang, "Kalah jauuuhhh," bila dibandingkan dengan papanya. Padahal, sudah banyak orang yang dia biayai pendidikannya hingga lulus sarjana. Rata-rata adalah putera-puteri karyawannya. Beberapa di antara mereka bahkan telah menjadi dokter, suster, dan pengacara.
"Saya tidak mampu bangun sekolah seperti papa. Yang saya bisa hanya menyekolahkan mereka. Saya ingin mereka mengubah nasib," kata Ahoen, demikian Sioe Hoen biasa disapa, ketika ditemui di restoran ternama di Jakarta, Jumat (20/12) lalu.
Papa Ahoen bernama Xu Dongliang (许东亮) alias Xu Naichang (许乃昌). Lahir pada 22 Maret 1915 di Kinmen, Tiongkok. Untuk menghindari perang di negaranya, ia pada 1938 hijrah ke Singapura. Lantas, pindah lagi ke Sumatera, sebelum kemudian menetap dan memulai usahanya di Jakarta sejak 1950.
Selama di Indonesia, selain berbisnis, Xu Dongliang banyak berbuat untuk hubungan baik Indonesia dan Tiongkok --terutama saat KAA Bandung dan suksesnya penandatanganan Perjanjian Dwikewarganegaraan Indonesia-Tiongkok di sela-sela konferensi besar nan bersejarah yang digelar pada 1955 tersebut.
Xu Dongliang baru kembali ke Tiongkok setelah peristiwa G30S 1965. Ia pilih menetap di Hong Kong. Dan, di wilayah bekas jajahan Inggris itulah, ia mendirikan perusahaannya yang terkenal: Chinese Goods Centre Ltd (華豐國貨).
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan: Lilies Sugianto Direktur Utama PT Gosyen Jaya: Shui Dao Qu Cheng
Adapun hasilnya, tak terhitung berapa banyak yang Xu Dongliang hibahkan untuk membangun Huaqiao University, kampus di mana ramai sekali mahasiswa Indonesia kuliah, termasuk Novi Basuki yang mengasuh rubrik ini.
Tak heran bila Xu Dongliang yang wafat pada 2008 begitu dihormati di kampung halamannya. Bayangkan, Deng Xiaoping, pemimpin fenomenal yang menjadikan Tiongkok semaju sekarang, pernah menemuinya. Huaqiao University juga membangunkan patung untuk mengingat jasanya.
Ahoen sebenarnya sama persis dengan papanya: wajahnya, kerendahhatiannya, kedermawanannya. Tak berlebihan bila dikata, papanya sukses mendidiknya untuk "不矜不伐" (bù jīn bù fá): tidak menyombongkan diri, tidak menganggap diri luar biasa. (*)