Jumlah burung betina di alam liar, sejauh yang dapat kita kumpulkan, sama persis dengan jumlah burung jantan. Dengan demikian, ketika semua perkelahian para jantan berakhir, tidak ada yang menghalangi semua burung untuk kawin dan menetap untuk ”hidup bahagia selamanya”.
Manusia mengira, dengan cara pandang sentimental, bahwa burung jantan yang kalah bertarung akan menderita depresi ketika memikirkan pesona betina yang dirayu dan hendak direbutnya.
Namun, kita memiliki jaminan dari para ahli bahwa hal seperti itu tidak terjadi. Bahwa satu burung betina sama baiknya dengan betina yang lain. Dan, setiap jantan sangat puas dengan pasangan pertama yang bisa didapatkannya.
Karena itulah, burung betina tidak mengembangkan warna perkawinan yang cerah atau suara yang merdu. Burung yang berkicau cuma jantan.
Dari dua riset yang secara waktu berbeda 109 tahun itu, entah mana yang benar. Mungkin juga keduanya benar. Sebab, siapa yang bisa menghitung bahwa burung betina dan jantan di alam liar sama jumlahnya?
Namun, dua riset itu menggambarkan dua sudut pandang. Pertama, burung jantan berusaha mempertahankan betina istrinya dari kemungkinan jantan perebut. Untuk itu, jantan suami bakal berkelahi dengan jantan perebut.
Sudut pandang kedua sama persis dengan puisi Kahlil Gibran di atas. Bagi jantan, bebaskanlah betinamu pergi ke mana pun (kalau dia mau pergi). Seumpama tidak kembali, berarti dia memang bukan jodohmu. Maka, carilah betina lain. Sebab, jumlah jantan dan betina di dunia ini sama besar. Mustahil tidak kebagian.
Di kasus pembunuhan Febri terhadap Septian, ada kesaksian menarik dari kakak Septian bernama Widyawati, 43. Dia kepada wartawan, Jumat, 10 Januari 2025, mengatakan, ”Adik saya (Septian) bukan merebut tunangan tersangka. Tapi, tersangka itu sudah putus dengan Eni. Yang memutuskan hubungan Eni. Jadinya, Eni bekas pacar tersangka.”
Pernyataan itu disampaikan kepada wartawan, yang mungkin juga dia sampaikan ke polisi penyidik. Itu berkebalikan dengan pernyataan tersangka Febri. Soal siapa yang benar, cuma Eni yang tahu. Kini dia diperiksa penyidik. (*)