Jaksa: ”Lisa menyampaikan pesan WhatsApp kepada terdakwa dengan kalimat: ’Selamat malam pak. Saya malam ini bisa mampir kah?’”
Zarof: ”Bisa…..”
Lisa: ”Siap otw pak.”
Dalam pertemuan itu, Lisa menyerahkan uang tunai dalam bentuk pecahan dolar Singapura sebesar Rp 2,5 miliar untuk sebagian dari biaya pengurusan perkara kasasi Ronald. Sisanya menyusul.
Sejak itu, Zarof aktif memberikan informasi kepada Lisa perihal kepengurusan perkara Ronald. Dalam komunikasinya dengan Lisa, Zarof menyampaikan bahwa ia telah melaksanakan tugas dengan menemui sejumlah pihak yang akan menangani kasasi Ronald.
Zarof WA ke Lisa: ”Tugas sdh dilaksanakan, semua sdh saya datangi, terima kasih.”
Lisa: ”Siap, saya mampir Jumat ya pak.”
Zarof: ”Ditunggu.”
Pada 12 Oktober 2024 Lisa mendatangi Zarof di rumahnya lagi. Lisa menyerahkan uang tunai dalam bentuk pecahan mata uang dolar Singapura sebesar Rp 2,5 miliar lagi.
Dengan pesan, uang itu (sudah Rp 5 miliar) untuk para hakim kasasi yang akan menangani perkara Ronald. Sedangkan Rp 1 miliar untuk Zarof menyusul.
Jaksa: ”Bahwa pada 22 Oktober 2024 (sepuluh hari setelah Lisa melakukan pembayaran terakhir) majelis hakim kasasi yang terdiri atas Soesilo (ketua), Ainal Mardhiah (anggota I) dan Sutarjo (anggota II) menjatuhkan putusan kasasi Gregorius Ronald Tannur di mana terhadap putusan tersebut terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) oleh hakim Soesilo yang pada pokoknya menyatakan Gregorius Ronald Tannur tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum.”
Namun, dua hakim anggota menyatakan bahwa Ronald bersalah dan divonis hukuman penjara lima tahun. Akhirnya Ronald dihukum lima tahun penjara.
Sudah, sampai di situ. Publik disilakan menyimpulkan sendiri soal surat dakwaan jaksa tersebut.
Itulah salah satu dari pendapatan Zarof sebagai makelar kasus sehingga jaksa menyimpulkan bahwa uang Rp 913 miliar dan emas 51 kilogram yang digeledah di rumah Zarof adalah hasil sebagai makelar kasus.
Sebab, nilai harta itu jauh di atas pendapatannya sebagai pejabat MA. Semua uang dan emas itu sudah disita Kejaksaan Agung untuk negara.
Jaksa menyimpulkan, harta yang disita itu hasil Zarof jadi makelar kasus selama sepuluh tahun saat menjabat di Mahkamah Agung. Berarti, per tahun rata-rata Rp 91,5 miliar.