Sinetron Indonesia: Beberapa Kesalahannya

Senin 17-02-2025,11:33 WIB
Oleh: Yayan Sakti Suryandaru*

Ketiga, adanya aliran kisah (alur) yang kerap tidak masuk akal. Sinetron Indonesia terbiasa menghubungkan satu kisah dengan kisah lainnya seadanya, terkadang tidak masuk lagi. Kadang, peristiwa itu harus ada dan memenuhi keinginan produser dalam jaringan meski tak masuk akal. 

Persoalan ada kalanya tiba-tiba muncul, entah muncul tokoh baru atau pemain baru, atau sekadar memperpanjang episode. Itu menambah deretan dan panjangnya cerita. Maka itu, sinetron terbiasa untuk tayang setiap hari atau stripping.

Keempat, pasti berakhir dengan happy ending. Mayoritas memiliki akhir kisah yang bahagia seperti kedua pasangan menikah atau kebahagiaan yang dirasakan seluruh pemain yang terlibat di dalam kisah itu. Akhir cerita ditampilkan renyah dan tidak perlu berpikir dalam menikmati sajiannya.  

AGENDA KE DEPAN

Bukannya menghasilkan karya yang melenakan penonton, para produsen sinetron Indonesia harus sering turun ke kalangan masyarakat. Melihat realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. 

Mereka harus mencintai cerita yang betul-betul disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekarang ini. Kalau sifatnya tidak membumi atau tidak sesuai dengan kondisi, lambat laun publik akan enggan untuk menyaksikan sinetron itu.

Publik tak ingin menghibur diri dengan sinetron Indonesia yang ceritanya berbelit-belit. Panjang, sulit untuk mencernanya atau beralur cerita rumit. Yang pasti, janganlah menjual mimpi bahwa sinetron itu harus berakhir happy ending, kehidupan bertabur fasilitas yang oke. 

Tak perlu juga membuat sinetron yang mengeksploitasi kemelaratan sebagai sebuah kontras atas produk lama yang menjual kemewahan. Sewajarnya saja, mendekatlah pada kenyataan yang ada.

Sebagai pengingat, para produsen sinetron jangan melupakan Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Secara teknis, upayakan muatan-muatan sinetron untuk tidak melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012. 

Bahkan, pada 2014, secara khusus KPI menerbitkan surat bernomor 2210/K/KPI/09/14 tentang Edaran Mengenai Muatan Program Siaran Sinetron & FTV. Di dalam surat edaran tersebut tercantum aturan tentang adegan kekerasan, makian, adegan percintaan, adegan bunuh diri, dan muatan horor. 

Bahkan, terdapat peringatan tentang adegan mengonsumsi rokok, napza, minuman beralkohol, dan praktik perjudian. Rasanya, dengan berbagai referensi aturan tersebut, tak sulit untuk mencari rujukan menghasilkan karya sinetron yang kreatif, membumi, dan bermanfaat bagi publik.   

Terakhir, kita perlu berhati-hati dengan kreativitas yang ada. Kita pun perlu belajar dari insiden yang sempat menimpa pelaku industri sinetron Thailand. 

Pada 2017, sebuah opera sabun atau sinetron buatan Thailand bikin marah warga Myanmar, khususnya keturunan raja terakhir Myanmar. Keturunan raja terakhir Myanmar juga tak senang. 

Soe Win, cicit Raja Thibaw, meminta tayangan sinetron itu dihentikan karena dianggap ”menghina”. Saat itu produser drama sejarah yang berjudul A Lady’s Flames bersikukuh tayangan itu fiksi belaka. 

Tak hanya protes dari luar negeri, sinetron Thailand pun sempat menuai protes di negeri sendiri. Pada 2021, drama orisinal WeTV Thailand berjudul The Debut The Series mendapat penolakan dari banyak kalangan. 

Serial yang menceritakan sisi lain sebuah grup idola itu menjadi kontroversial seusai manajemen BNK48 dan CGM48 mengeluarkan pernyataan protes. 

Kategori :