BELAKANGAN ini warganet berbondong-bondong menyerukan tagar #KaburAjaDulu di sejumlah media sosial, termasuk X (Twitter). Bahkan, sempat menjadi topik tren unggahan di Indonesia dalam media sosial X.
Jika mencari kata kunci tagar tersebut di fitur pencari X, Anda akan menemukan beragam unggahan tentang ajakan pindah ke negara lain. Entah dalam bentuk beasiswa pendidikan, lowongan pekerjaan, atau hal lainnya.
Akan tetapi, tren #KaburAjaDulu itu juga memunculkan sejumlah perdebatan. Banyak orang yang merasa ragu untuk pindah karena sejumlah alasan, termasuk anggapan bahwa harga bahan pokok di Indonesia dirasa lebih murah jika dibandingkan dengan harga di negara lainnya.
BACA JUGA:Ramai Tagar #KaburAjaDulu, Ini 8 Rekomendasi Program di Beberapa Negara
BACA JUGA:Penerima Beasiswa Luar Negeri Tak Pulang, Sosiolog Unair: Maraknya Fenomena Brain Drain
Bukan hanya itu, beberapa orang berpendapat bahwa iklim di Indonesia merupakan iklim yang paling nyaman dan kebersamaan keluarga adalah hal penting. Dengan begitu, orang-orang tidak perlu merencanakan pindah ke negara lain.
Tagar itu merupakan bentuk kekecewaan atas kondisi yang dihadapi generasi muda terhadap kondisi di dalam negeri. ”Kabur Aja Dulu” menjadi manifestasi kolektif yang dipicu berbagai masalah sosial seperti beban pajak hingga kesulitan lapangan kerja.
Baru-baru ini hashtag Kabur Aja Dulu kembali memanas akibat isu efisiensi anggaran yang berimbas pada berbagai sektor. Misalnya, potongan dana pendidikan, gangguan layanan publik, dan pemutusan hubungan kerja.
Demikian pula, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyoroti fenomena warga negara Indonesia (WNI) yang memilih menetap di luar negeri.
Salah satu fenomena yang terjadi adalah kepindahan WNI menjadi warga negara Singapura. Menurut penjelasan Wakil Menteri Kemenduk Bangga Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka pada 18 Januari 2025 di konferensi persnya, dia sempat mengutip data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM yang mengungkap fakta bahwa selama 2019 hingga 2022, tercatat 3.912 WNI beralih menjadi warga negara Singapura.
Ironisnya, sebagian besar warga negara di angka tersebut berada pada rentang usia produktif, yakni 25–35 tahun, yang merupakan tulang punggung kelas menengah Indonesia.
Brain drain merupakan suatu fenomena yang merujuk pada migrasi intelektual. lstilah itu muncul pada akhir 1960-an dan kali pertama diperkenalkan British Royal Society ketika menjelaskan fenomena arus keluar ilmuwan dan teknolog ke Amerika Serikat (AS) dan Kanada pada 1950-an dan awal 1960-an.
Kemudian, diartikan sebagai berkurangnya sumber daya intelektual dan teknis (John Gibson and David McKenzie, 2010).
Fenomena itu dibuktikan dengan eksodusnya para profesional berpendidikan tinggi ke negara lain yang memberikan penghasilan lebih tinggi dan kehidupan lebih baik atau peluang karier.
Penjelasan tersebut memberikan pengertian brain drain yang ditujukan pada migrasi kaum terampil atau profesional atau intelektual (skilled migrant).