Jaksa Agung Buka Kemungkinan Hukuman Mati dalam Kasus Korupsi Pertamina

Kamis 06-03-2025,16:09 WIB
Reporter : Anniza Meina Purbowati
Editor : Taufiqur Rahman

HARIAN DISWAY – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan bahwa terbuka peluang pemberian hukuman berat pada tersangka kasus dugaan korupsi minyak mentah Pertamina. 

Peningkatan hukuman berat jata Burhanuddin bahkan bisa sampai hukuman mati.

Anda sudah tahu, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja (KKKS) terjadi pada periode tahun 2018-2023.

Itu berarti kasus korupsi terjadi saat negara sedang berjuang menghadapi pandemi Covid-19 yang mengancam nyawa yakni pada kurun waktu tahun 2020 hingga 2022.

“Apakah akan ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid, dia melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat, bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.

Meski demikian, Burhanuddin mengatakan keputusan pemberian hukuman itu masih menunggu hasil penyelidikan tim penyidik. 

BACA JUGA:Jampidsus Kejagung Imbau Masyarakat Tidak Tinggalkan Pertamina

“Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyelidikan ini,” tukasnya. 

Diketahui dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja (KKKS) 2018-2023 ini Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS). 

Selain RS, tersangka lainnya adalah SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF sebagai Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MK selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, juga EC selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga. 

Selanjutnya, ada MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. 

BACA JUGA:Penjualan Pertamax Anjlok, Dirut Pertamina Datangi Kejagung

Pada kasus tersebut, ditemukan fakta hukum yang mengungkap bahwa RS dalam pengadaan produk kilang yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax) padahal sebenarnya yang dibeli adalah Ron 90 atau lebih rendah dan kemudian dilakukan blending di Depo untuk menjadi Ron 92.

Di mana, menurut Direktur Penyidikan Jaksa Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, hal tersebut tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada. 

Tidak sampai di situ, adapun tersangka MK dan EC atas persetujuan RS melakukan pembelian produk kilang Research Octane Number (Ron) 90 atau lebih rendah dengan menggunakan harga Ron 92.

Kategori :