HARIAN DISWAY - Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) memeriksa sepuluh saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) Sub Holding KKKS tahun 2018-2023 pada Rabu, 12 Maret 2025.
Di antara saksi yang telah diperiksa oleh tim Penyidik Jampidsus itu ada tiga orang yang berasal dari Kementerian ESDM.
Saksi-Saksi tersebut adalah ES Dirjen Migas pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), TA Dirjen Migas pada Kementerian ESDM, AYM Koordinator Pengawasan BBM BPH Migas.
AAHP VD PTD PT Pertamina Patra Niaga, YP Eks Assistant Manager Light Destilate Trading ISC tahun 2018-2020, NAL VC Controller PT Pertamina Patra Niaga, SHAP Sub Koordinator Perencanaan Subsidi pada Dirjen Migas Kementerian ESDM.
BACA JUGA:Kasus Korupsi Pertamina, Kejagung Kembali Periksa Sembilan Saksi Baru
YP Manager Management Reporting PT Pertamina (Persero), DB Direktur Operasi PT Kilang Pertamina International, dan terakhir SS VP OP & O Refinery Graha Pertamina.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Harli Siregar mengungkapkan sepuluh saksi yang dipanggil oleh Jampidsus diperiksa terkait kasus korupsi minyak mentah PT Pertamina Sub Holding KKKS tahun 2018 hingga 2023 atas tersangka YF dan lainnya.
"Pemeriksaan saksi ini dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara yang dimaksud," ujar Harli dalam rilisnya pada Rabu malam, 12 Maret 2025.
Sebelumnya Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus menyebutkan PT Pertamina Patra Niaga telah melakukan importasi minyak mentah RON 90 yaitu Pertalite dan dioplos menjadi RON 92 yaitu Pertamax.
BACA JUGA:Dirut Pertamina Akui Sempat 'Menghilang' setelah Kasus Pertamax Oplosan Terbongkar, Ini Alasannya..
Selama lima tahun kegiatan impor itu telah terjadi sebanyak ribuan kali. Pertamina membeli minyak mentah sejenis RON 92 tapi yang datang malah BBM jenis RON 90 yang pada akhirnya dioplos menjadi BBM jenis Pertamax.
Pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan RON 92 dibeli oleh tersangka berinisial MK serta MJ atas persetujuan RS.
Hal tersebut menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang.
Kemudian MK juga memerintahkan serta memberikan persetujuan kepada EJ untuk melakukan blending RON 88 dan RON 92 dan dijual setara dengan RON 92. Hal tersebut dilakukan di PT Orbit Terminal Merak milik MKAR dan RJ.
Tersangka MK dan MJ melakukan pembayaran impor produk dengan metode spot atau penunjukan barang secara langsung yang berlaku saat itu, sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang lebih tinggi kepada mitra usaha. (*)