Berpuasa Menahan Diri dari Maksiat Kekuasaan

Rabu 26-03-2025,16:33 WIB
Oleh: Sufyanto*

Fenomena itulah yang dibaca Nabi Muhammad SAW berhari-hari sepanjang Ramadan. Dengan begitu, turunlah wahyu pertama dan menandai pengangkatannya sebagai rasul akhir zaman. Pengangkatannya sebagai rasul itu, Nabi Muhammad SAW memanggul tugas besar yang amat berat, yakni melakukan pencerahan kepada umat manusia sepanjang masa.

MELAMPAUI BATAS

Perilaku jahiliah yang melampaui batas itu digambarkan bahwa masyarakat Arab yang zalim, aniaya, dan buta kemanusiaan. 

Ditinjau perspektif bacaan tauhid, masyarakat Arab jahiliah sebelum kerasulan Muhammad SAW, ialah masyarakat paganisme yang menyembah berhala yang bersifat kebendaan atau mengagungkan materialisme.

Sama halnya, paganisme masyarakat modern digambarkan beroperasinya materialisme sebagai jalan hidupnya. Mengaku masyarakat beragama, tetapi penghormatan tertinggi pada kehidupan diletakkan pada kekayaan dan kekuasaan. Para penguasa itu diperbudak oleh keinginan hawa nafsu yang serakah sehingga harus berbuat koruptif melampaui batas. 

Sebagaimana kita dikejutkan lahirnya Liga Korupsi Indonesia (LKI) berikut: korupsi Pertamina (Rp 968,5 T); korupsi PT Timah (Rp 300 T); kasus BLBI (Rp 138 T); penyerobotan lahan PT Duta Palma Group (Rp 78 T); kasus PT TPPI (Rp 38,8 T); korupsi PT Asabri (Rp 22 T); kasus PT Jiwasraya (Rp 16,8 T); menyusul korupsi lainnya. 

Dalam perspektif politik, di masyarakat jahiliah tidak ditemukan kepemimpinan sentral. Maka, pusat kekuasaan terletak pada fanatisme kabilah atau suku. Kemudian, yang terjadi, kabilah kuat akan mendominasi kabilah lemah sehingga peperangan tidak terhindarkan. 

Seperti tergambar dalam fenomena kekuasaan politik kini, penguasa mengeklaim paling benar (truth claim), berkuasa, dan berjasa. Akibatnya, masing-masing memonopoli kebenaran, identitas kelompok, dan kekuasaan. Untuk mempertahankannya, mereka menyewa buzzer-buzzer sebagai serdadu kata-kata, menyerang lawan dengan merusak nama baik, dan memuji-muji majikan bak penyair bayaran.

Lalu, bila dibaca dalam perspektif sosial, masyarakat jahiliah memandang perempuan sangat hina. Akibatnya, bila lahir, anak perempuan harus dikubur hidup-hidup. Di sisi lain, perbudakan dihalalkan sehingga praktik penindasan niscaya terus-menerus terjadi dari kelompok bangsawan terhadap rakyat jelata, sampai mereka diperjualbelikan seperti barang dagangan. 

Fenomena perbudakan kekuasaan dan memandang rendah kaum perempuan tetap lestari hingga kini. Itu seperti merebaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang lebih didominasi pekerja perempuan dan kelompok lemah yang termarginalkan. Misalnya, PHK Sritex (10.669 karyawan), pabrik sepatu Nike (3.500 karyawan), KFC (2.274 karyawan), dan Sanken Indonesia (459 buruh).

Realitas itu bisa dibaca bahwa saat ini kaum lemah terus tertindas, bahkan menjadi yatim piatu secara politik, sebagaimana ulasan di atas. Sebaliknya, di panggung kekuasaan, yang kuat terus berebut jatah kekuasaan. Yang terbaru, pengesahan RUU TNI, TNI aktif bisa menjabat di 15 lembaga sipil negara.

KEADILAN MENAHAN DIRI

Lewat peristiwa puasa Ramadan 1446 H ini, kita berharap agar para pemimpin kekuasaan Indonesia segera cepat membaca ayat-ayat Tuhan untuk menyadari bahwa hakikat berpuasa adalah menahan diri untuk tidak melampaui batas dalam berkuasa.

Ada janji Allah SWT yang disampaikan Rasulullah Muhammad SAW: Pemimpin yang adil adalah orang yang beruntung, termasuk dari tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat.

Lalu, pemimpin yang adil itu kira-kira seperti apa? Yaitu, pemimpin yang diprototipekan oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW atau setidaknya pemimpin yang seperti Umar bin Khattab yang harus susah payah memanggul gandum sendiri dan memasak untuk rakyatnya. 

Sebab, Umar menyaksikan ada rakyatnya yang kelaparan sehingga harus memasak batu untuk membujuk anak-anaknya agar tidak menangis sehingga bisa tertidur dengan menahan rasa lapar. 

Kategori :