Namun, harapan tetap ada. Dari berbagai penjuru dunia, suara-suara umat Katolik biasa ikut bergema. Seorang pensiunan di Italia, Emilia Greco, berkata lirih, “Saya berharap semua pintu yang dibuka Paus Fransiskus, yakni harapan, keterbukaan terhadap kaum miskin, kaum marginal, dapat tetap dibuka dan diperluas. Agar Gereja yang benar-benar inklusif.”
Di tengah ketegangan doktrin dan tekanan publik, Paus mendatang dihadapkan pada pertanyaan dasar. Apakah ia hanya akan menjadi manajer krisis? Atau sungguh pemimpin spiritual yang membawa penyembuhan sejati?
Yang ditunggu dunia bukan sekadar Paus baru. Tetapi arah baru. Arah yang mengakui luka lama Gereja dan berani menyembuhkannya, bukan menyembunyikannya.
RUANG AIR MATA, sebuah bilik kecil di samping Kapel Sistina, Vatikan. Di sinilah Paus baru akan mengenakan baju kepausan untuk kali pertama sebelum muncul ke publik.-AGENCE FRANCE-PRESSE-
Yang terang, satu pesan tetap menggema. Bahwa rekonsiliasi bukan pekerjaan sesaat. Itu adalah ertobatan struktural dan spiritual yang harus dipimpin dari puncak Gereja. Paus baru bukan hanya penerus takhta Petrus, tapi juga penjaga harapan umat untuk masa depan yang lebih adil, bersih, dan berbelas kasih. (*)