HARIAN DISWAY - Hamas mengumumkan pada Minggu, 11 Mei 2025, bahwa mereka akan membebaskan seorang sandera berkewarganegaraan ganda Amerika Serikat (AS) dan Israel.
Pembebasan ini dilakukan sebagai bagian dari progress pembicaraan langsung dengan pemerintah AS yang bertujuan mengakhiri perang di Jalur Gaza.
Serta sebagai upaya menuju kesepakatan gencatan senjata dan pembukaan kembali jalur bantuan kemanusiaan.
Sandera tersebut adalah Edan Alexander, seorang tentara Israel berusia 21 tahun yang juga berkewarganegaraan AS.
Keluarga Alexander telah menerima informasi bahwa ia kemungkinan akan dibebaskan dalam beberapa hari ke depan.
BACA JUGA:Israel Mulai Kembali Serangan Darat ke Gaza, Peringatkan Hamas untuk Segera Bebaskan Sandera
Presiden AS Donald Trump menyambut baik kabar ini dan dalam unggahannya di media sosial ia menyebutnya sebagai "berita monumental" dan "gestur niat baik" dari Hamas.
"Semoga ini menjadi langkah pertama dari langkah-langkah akhir yang diperlukan untuk mengakhiri konflik brutal ini," tambahnya, sebagaimana ditulis oleh AFP (Agence France-Presse).
Warga Palestina berdesak-desakan untuk mendapatkan makanan di kamp pengungsi Nuseirat pada 10 Mei 2025. Hamas mengumumkan akan membebaskan Edan Alexander, seorang tentara Israel berkewarganegaraan ganda Amerika Serikat (AS)-Israel.--Eyad BABA / AFP
Pembebasan sandera ini muncul di tengah laporan bahwa Hamas dan perwakilan pemerintah AS tengah mengadakan pembicaraan langsung di Doha, Qatar.
BACA JUGA:Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan Kepala Pemerintahan dan Pejabat Senior Hamas
Dua pejabat Hamas menyebutkan bahwa ada kemajuan nyata, khususnya terkait masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza dan kemungkinan pertukaran sandera dengan tahanan Palestina dipenjara Israel.
Meskipun pembicaraan terus berlangsung, Israel tetap melanjutkan serangan militernya. Serangan udara terbaru menewaskan sedikitnya 12 orang, termasuk empat anak-anak, menurut badan pertahanan sipil Gaza.
Pemerintah Israel bersumpah akan terus berperang hingga semua tujuan militer tercapai. Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa "negosiasi akan tetap berlangsung di bawah tekanan militer."