Bukan Mulyono Sunda

Senin 26-05-2025,09:34 WIB
Oleh: Mi’raj Dodi Kurniawan*

ADALAH menarik, sosok –terutama kebijakan-kebijakan– Kang Dedi Mulyadi (KDM), gubernur Jawa Barat periode 2025–2030, ramai dibicarakan publik. Dari deretan media massa (medmas) yang membincangkan KDM, Harian Disway salah satu di antaranya.

Setelah membincangnya dalam program siniar (podcast), medmas yang berpusat di Surabaya, Jawa Timur, itu juga menuliskannya dalam rubrik Guest Editor edisi 17 Mei 2025. Bertajuk Mulyono Sunda. Penulisnya, yaitu Dhimam Abror Djuraid, merangkum perbincangan itu.

Terhadap tulisan Dhimam tersebut, saya sependapat dengan Harliantara, yang memandang positif sosok dan kiprah KDM. Saya juga mengapresiasi Doan, yang mengingatkan publik, agar bersikap kritis (objektif) terhadap KDM.

BACA JUGA:Mulyono Sunda

BACA JUGA:Kaos Tandingan 'Korban Mulyono' Laris Dijual Online, Harga Mulai Rp 110 Ribuan

Akan tetapi, saya tak sependapat, baik dengan Luthfil maupun Dhimam. Selain seperti cacing kepanasan, kesimpulan mereka tampak serampangan. Selain kurang memahami KDM, saya juga melihat mereka antipati, alih-alih infatuasi kepada KDM.

Soal ketidakhadiran Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) di Cirebon, 7 Mei 2025, dan walk out Fraksi PDIP dari Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jabar, 16 Mei 2025, saya lihat itu ”akrobat politik” Fraksi PDIP Jabar saja.

Kenapa? Sebab, KDM mengaku kurang banyak berbicara dengan DPRD Jabar. Namun, bukan karena alasan personal, apalagi karena alasan hendak mengeliminasi peran DPRD. Melainkan, lantaran ingin mengurangi perdebatan yang tak perlu sekaligus (sebagai lembaga eksekutif) hendak bergerak cepat untuk menanggulangi berbagai persoalan rakyat.

BACA JUGA:Mulyono, The Endgame

BACA JUGA:Ramai Isu ‘Mulyono’ Jegal Anies di Pilkada Jawa Barat, Istana Respons Begini

Menurut KDM, menjalankan program pemerintah itu bisa sendiri-sendiri (eksekutif dan legislatif berjalan masing-masing). Namun, dalam hal penganggaran, harus berkolaborasi. Kolaborasi yang dimaksud adalah berkumpul dan bekerja sama dengan rasa dan cinta untuk perbaikan nasib rakyat Jabar. Ringkasnya, Pemprov dan DPRD Jabar harus satu frekuensi.

Alih-alih merendahkan, KDM justru mengajak DPRD Jabar, khususnya Fraksi PDIP, untuk menjalankan tugas secara efektif sekaligus solutif. Kritis harus, tetapi mesti objektif. Sebab, bukan pemprov, melainkan musuh DPRD Jabar adalah berbagai masalah di Jabar.

Jadi, DPRD Jabar harus solid dengan pemprov (KDM). Sebab, alih-alih menggenjot posisi tawar dan bercitra positif, jika Fraksi PDIP beropini negatif dan ”menghalang-halangi” kinerja KDM yang efektif, solutif, dan diapresiasi publik, selain ”menghalang-halangi” kebaikan, Fraksi PDIP juga bisa dicibir publik dan bisa-bisa nihil kursi pada Pemilu 2029.

BACA JUGA:Rahmat Adi Mulyono Genggam Tiket Olimpiade Paris 202 Setelah Raih Emas IFSC Asian Qualifier Jakarta 2023

BACA JUGA:Babinsa Inspiratif Serda Joko Mulyono, Olah Pelepah Jadi Rupiah

Kategori :