Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (2): Drama Berlanjut di Sheffield

Sabtu 14-06-2025,08:44 WIB
Reporter : Devina Putri Dwi Prasetyo*
Editor : Heti Palestina Yunani


Para dosen yang diberangkatkan DIKTI ke University of Sheffield untuk mengikuti Pre-Doctoral Training 2022 di Inggris.--Mushonnifun Faiz S

Secara singkat, pertemuan kedua calon supervisor tersebut sama-sama mengarah ke arah positif. Hanya, supervisor dari Manchester meminta standar yang cukup tinggi dalam publikasi. Sementara supervisor dari Birmigham memberikan revisi dan catatan yang cukup banyak pada proposal penelitian saya. Keduanya meminta men-submit aplikasi S3 saya melalui portal universitas masing-masing. 

Saya pun kembali ke Sheffield sambil tetap berkomunikasi intens dengan calon supervisor di Sheffield. Bagi saya yang sudah akan memasuki tahun ketiga pencarian supervisor, saya begitu oportunis mencoba semua peluang yang ada. 

Setelah komunikasi intens dengannya selama beberapa minggu di Inggris, saya men-submit aplikasi PhD di portal penerimaan mahasiswa University of Sheffield di hari-hari terakhir di Inggris sebelum liburan musim dingin. 

Waktu itu saya yakin, bahwa peluang saya diterima sudah 90-an persen. Beasiswa sudah ada, sertifikat IELTS pun sudah ada. Tinggal menunggu official Letter of Acceptance. Namun, entah mengapa waktu itu ada satu hal yang mengganjal dalam diri saya, benarkah saya akan disupervisi orang yang cukup sibuk dan slow response bahkan untuk sekadar membalas email?  

BACA JUGA:Cerita Diaspora dari Marisa Tania (1): Ketika Hidup Tak Lurus-Lurus Saja, Dari Surabaya ke Silicon Valley

Hal lain yang masih mengganjal juga dalam diri saya adalah besarnya modal awal yang dibutuhkan jika memang memutuskan berangkat ke Inggris membawa istri dan anak saya. Sejak UK memutuskan keluar dari Uni Eropa, biaya visa, asuransi kesehatan, bahkan biaya hidup pun semakin mahal di Inggris. 

Salah seorang teman yang membawa istri dan kedua anaknya mengatakan dia setidaknya membutuhkan modal awal sekitar 400 juta, baik yang dibayarkan maupun dalam bentuk deposit di rekening untuk visa, untuk berangkat ke Inggris. 

Namun saya percaya, bahwa akan selalu ada jalan jika niatnya untuk menuntut ilmu. Saya pun teringat perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, bahwa salah satu dari enam syarat penuntut ilmu adalah membutuhkan biaya. Sejarah juga mencatat bagaimana para ulama di masa lampau berkelana, menggadaikan harta bendanya untuk menuntut ilmu. Itu berarti saya pun harus sudah siap dengan konsekuensi tersebut. (*)

(*/Heti Palestina Yunani)

Indeks: Mimpi belasan tahun silam yang tercapai. Baca besok…


Mushonnifun Faiz Sugihartanto adalah Doctoral Researcher, Hanken School of Economics, Helsinki, Finlandia.--Mushonnifun Faiz S

Kategori :