SURABAYA, HARIAN DISWAY - Selembar label kecil bertuliskan "Halal" bisa menyelamatkan jutaan umat dari keraguan saat membeli makanan atau minuman.
Tapi, perjalanan menuju label itu tidak sesederhana membubuhkan stiker di kemasan. Ada proses panjang, dari sumber bahan baku, cara pengolahan, hingga pengemasan yang harus diaudit dengan ketat.
Dan Universitas Airlangga (Unair) ingin mengambil peran penting dalam jalan panjang itu. Melalui gelaran Airlangga KHAIR 2025: Konferensi Nasional Halal dan Inovasi Riset, Unair mengukuhkan komitmennya dalam memperkuat ekosistem halal nasional.
Acara ini digelar Rabu, 25 Juni 2025 di Auditorium Ternate, ASEEC Tower Kampus B Unair, Surabaya. Temanya: Harmonisasi Regulasi pada Hulu Sertifikasi Halal dan Inovasi untuk Keberlanjutan Ekosistem Halal.
BACA JUGA:Menyambut Rektor Baru Unair: Prof Muhammad Madyan
BACA JUGA:Estafet Kepemimpinan Rektor Unair Baru, Prof Madyan Bawa Misi Unair Berdampak
Abdul Rahem Ketua Pusat Halal Unair berfokus untuuk mengedukasi produsen tentang pentingnya menciptakan ekosistem halal di Indonesia. --HARIAN DISWAY
Wakil Rektor Bidang Akademik, Mahasiswa, dan Alumni Prof Bambang Sektiari Lukiswanto menyebut sertifikasi halal masih menghadapi tantangan besar, terutama pada tingkat literasi dan pengawasan.
"PR kita masih banyak, terutama di rumah potong hewan," katanya. Karena itu, Unair memperkuat inovasi dan riset halal untuk menjawab tantangan tersebut sekaligus mendukung capaian SDGs dan peringkat global Unair.
Ketua Pusat Halal Unair Abdul Rahem, menjelaskan kiprah Unair sudah dimulai sejak 2017. Pusat Halal Unair mendirikan LP3H, laboratorium halal, serta aktif mendampingi UMK di NTB, Kalimantan Selatan, dan Jawa Timur. Mereka bahkan turut membantu percepatan perizinan melalui kerja sama dengan dinas penanaman modal.
Namun, pekerjaan rumah besar tetap ada. Rahem menyoroti banyaknya titik kritis dalam proses produksi makanan yang bisa membuat produk halal menjadi tidak halal.
BACA JUGA:3.162 Peserta Lolos SNBT Unair 2025 dari 76 Ribu Pendaftar
BACA JUGA:HITEX 2025: Unair Pamerkan Riset yang Berdampak
Ia mencontohkan tepung terigu yang berasal dari gandum—bahan nabati yang mestinya halal. Tapi proses fortifikasi (penambahan vitamin) bisa menambahkan bahan hewani yang tidak jelas kehalalannya.
"Vitamin C misalnya, karena tidak stabil, sering dilapisi gelatin. Gelatin ini dari hewan apa? Kalau tidak jelas, bisa jadi titik kritis," jelasnya. Menurutnya, banyak masyarakat yang belum sadar bahwa tambahan sekecil apapun bisa menggugurkan status halal sebuah produk.
"Itulah kenapa sertifikasi halal penting," tegasnya. "Karena audit halal bukan cuma soal bahan baku, tapi juga asal-usul bahan, proses produksi, pengemasan, hingga penyimpanan."
Pusat Halal Unair juga aktif mengedukasi pelaku UMK (Usaha Kecil Menengah) secara langsung. Mereka sudah menyambangi ribuan UMK potensial dari berbagai daerah di Indonesia. "Sudah hampir 9.000 sertifikasi halal kami dampingi, meskipun untuk produk UMKM baru ratusan," ujar Rahem.