Citra Polisi di Dunia Nyata dan Dunia Maya: Cari Sanjungan, Malah Dapat Celaan

Selasa 01-07-2025,10:25 WIB
Reporter : Noor Arief-Dave Yehosua
Editor : Noor Arief Prasetyo

PERINGATAN Hari Bhayangkara Ke-78 tahun ini menjadi momentum refleksi penting bagi institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Di tengah transformasi digital yang makin cepat, Polri mencatat sejumlah prestasi dalam pengungkapan kejahatan siber, khususnya di media sosial. Namun, di sisi lain, citra dan kepercayaan publik terhadap polisi masih menjadi tantangan serius.

Selama 2025, Polri berhasil mengungkap berbagai kasus kejahatan yang melibatkan penyalahgunaan media sosial. Kali pertama yang menghebohkan adalah grup Facebook ”Fantasi Sedarah”. Grup yang memfasilitasi penyelewengan seksual inses, hubungan sedarah. Admin dan anggota aktif grup itu sudah ditangkap.

Di Jawa Timur, kasus serupa terjadi. Sekelompok penyeleweng seksual yang beroperasi secara terselubung melalui grup Facebook ”Gay Khusus Surabaya” juga dibongkar Polda Jatim. 

Grup tertutup tersebut terbukti menjadi sarana eksploitasi seksual dan perdagangan kontak pribadi, yang meresahkan masyarakat. Selain dua grup tersebut, sebenarnya masih banyak grup serupa yang masih aman. Grup gay disertai dengan nama kota juga masih ada. Mudah ditemukan karena grup disetel publik alias terbuka tanpa harus menjadi member.

BACA JUGA:Ipda Purnomo, Terus Belajar Baik Bersama ODGJ (1): ’’Dibaptis’’ Polisi Baik oleh ODGJ Misterius

BACA JUGA:Kematian Dian Novita Sari: Saat Polisi Tampak Ragu

Polri juga mengungkap jaringan penipuan digital lintas daerah yang memanfaatkan platform TikTok Shop dan marketplace palsu. Pelaku kerap menyasar kelompok rentan dan pemula digital dengan iming-iming hadiah atau diskon besar.

”Kejahatan saat ini tidak lagi terjadi di jalanan saja, tapi sudah berpindah ke layar ponsel. Maka, pendekatan kepolisian juga harus berubah. Polri sudah menyiapkan sumber daya untuk memperkuat cyber crime unit di tiap polda,” kata Kadivhumas Polri Irjen Sandi Nugroho dalam konferensi pers, Senin, 30 Juni 2025.

Namun, di balik deretan capaian tersebut, citra kepolisian masih dihadapkan pada keraguan publik. Hal itu tak lepas dari sejumlah peristiwa pelanggaran etik oleh oknum, lambannya penyelesaian kasus yang menyita perhatian masyarakat, serta kurangnya transparansi dalam proses hukum.

Salah satu contoh kontroversi terbaru adalah unggahan video sinematik Divisi Humas Polri bertajuk Polisi Pelindung Masa Depan. Video tersebut menampilkan aparat bak pahlawan fiksi dengan efek AI. Bukannya menuai simpati, video tersebut justru menjadi olok-olok publik di berbagai platform media sosial.


Bareskrim Mabek Polri merilis pengungkapan kasus grup Facebook Fantas Sedarah.-Humas Mabes Polri-

Video itu dikomentari Angga Prawadika Aji, pengamat komunikasi media dari Universitas Airlangga. Menurutnya, langkah Polri membangun citra lewat video memang penting, tetapi bisa kontraproduktif bila tidak sejalan dengan realitas di lapangan.

”Kalau masyarakat sering melihat tindakan arogansi, pelanggaran HAM, atau pelayanan buruk, video sehebat apa pun tak akan menutupnya,” tegas Angga.

”Kalau orang menonton sambil tertawa, bukan terinspirasi. Maka, itu gagal sebagai iklan citra,” tambahnya.

Angga menekankan bahwa pencitraan bukan solusi jangka pendek sehingga perlu strategi komunikasi dan perubahan nyata. ”Perbaikan citra harus dimulai dari akar, yakni budaya kerja, transparansi penindakan, dan keterbukaan terhadap kritik,” tambahnya.

Kategori :