Knitting Glitch, Menganyam Bunyi dalam Musik Eksperimental di Surabaya

Senin 21-07-2025,17:11 WIB
Reporter : Pingki Maharani*
Editor : Heti Palestina Yunani

BACA JUGA: 5 Momen Paling Seru Konser BLACKPINK Deadline di Goyang, Jadi Debut Lagu Jump

Eksplorasinya tak berhenti pada teknologi. Sednoid juga mendalami teori musik dari berbagai tradisi: maqam Timur Tengah, musik rakyat Turki, hingga gamelan Jawa.


Senada dengan Sednoid, musisi lokal Gatra Sound tampil membawa semangat kebebasan. -Subastian-Harian Disway

Ia menyebut bahwa dalam gamelan, penyetelan nada bukan sekadar teknis, tapi juga bentuk ekspresi artistik dari si pembuat instrumen.

Senada dengan Sednoid, musisi lokal Gatra Sound tampil membawa semangat kebebasan. DJ dan produser asal Surabaya ini menggabungkan elemen bunyi tradisional seperti rebana dan taganing, lalu membalutnya dengan beat techno bergaya Eropa. Musiknya keras, repetitif, dan sarat emosi. Gatra menyebut techno sebagai bentuk ekspresi dan perlawanan.

BACA JUGA: Kemenhub Tinjau Konservasi Energi di Terminal Teluk Lamong, TPK Nilam, dan PT BJTI

"Buat saya ini bukan soal genre, tapi cara mengenalkan budaya lewat suara. Saya terinspirasi dari banyak hal: film, game, bahkan mimpi. Suasana basement hotel dalam mimpi bisa jadi ide bikin lagu," ujarnya.

Gatra juga menceritakan bahwa skena techno di Surabaya pernah hidup subur antara 2017 hingga 2019. Namun setelah pandemi, tren berubah. Klub-klub mulai lebih memilih musik yang sedang viral di media sosial. Techno ditinggalkan.

"Sekarang techno makin ke pinggir karena semua ikut arus yang lebih ringan. Tapi kami tetap jalan. Bikin acara kecil, yang penting bisa main dan berekspresi," ungkapnya.


Musisi lainnya, Dunia Dalam Analog, juga menunjukkan semangat eksperimental. -Subastian-Harian Disway

BACA JUGA: 5 Momen Paling Seru Konser BLACKPINK Deadline di Goyang, Jadi Debut Lagu Jump

Musisi lainnya, Dunia Dalam Analog, juga menunjukkan semangat eksperimental. Ia tidak terikat genre dan lebih memilih bereksperimen dengan teknologi. "Sekarang semua bisa dicampur. Tinggal jalan aja," ucapnya santai.

Menurut Dhanana Adi, Asisten Program Budaya Wisma Jerman, "Knitting Glitch" menjadi ruang untuk merayakan keragaman pendekatan dalam musik.

"Empat musisi ini pendekatannya beda-beda, tapi satu benangnya yakni eksperimentasi. Musik seperti ini mungkin belum bisa dinikmati semua orang, tapi justru dari situ muncul ruang untuk bertanya, mendengar, dan membuka diri," kata Dhanana.

BACA JUGA: Kemenhub Tinjau Konservasi Energi di Terminal Teluk Lamong, TPK Nilam, dan PT BJTI

Bagi Mike Neuber, Direktur Wisma Jerman Surabaya, acara ini adalah bagian dari diplomasi budaya yang organik. "Kami ingin mempertemukan dua dunia yang mungkin berbeda, tapi bisa saling mengilhami. Musik eksperimental memang tidak mengisi stadion, tapi ia bisa mengisi rasa ingin tahu publik," ungkap Mike.

Kategori :