Mantan Jawa Pos tertarik karena Dahlan Iskan sudah mengatakan kepada pers, jika gugatan kepemilikan saham itu ia menangkan, dan Rp 54,5 miliar itu cair, akan ia bagikan kepada mantan Jawa Pos lama.
Maksudnya, mantan karyawan yang dipimpin Dahlan sehingga melesatkan perusahaan Jawa Pos dari nol menuju korporasi konglomerasi.
Catatan: Koran Jawa Pos dibeli PT Temprina (pemilik majalah Tempo) pada 1982. Saat itu pendapatan Jawa Pos nol. Sebab, korannya tidak laku. Perusahaannya pun dijual. Kemudian, Tempo memilih Dahlan yang semula kepala biro Tempo Jatim menjadi pemimpin redaksi Jawa Pos.
Di situlah Jawa Pos melesat bak meteor. Sampai menjadi konglomerasi pers sekarang. Pada 2017 Dahlan ditendang pemegang saham mayoritas. Keluar.
Mantan Jawa Pos lama, ya mereka yang meteor itu.
Namun, Dahlan tidak mengatakan, berapa dari Rp 54,5 miliar itu yang akan ia bagikan? Sebagiankah? Seberapa? Ataukah semuanya? Tidak disebutkan. Sebab, mungkin ia ”enggak enak”, belum apa-apa sudah menyebut angka. Ia enggak mau ada PHP.
Rumitnya soal kata ”lama”. Seberapa lama? Apakah yang sejak 1982? Sampai tahun berapa? Apakah yang bekerja di Jawa Pos sejak 1982, tapi cuma bekerja sebulan juga termasuk? Ataukah yang bekerja sejak 1982 sampai batas waktu tertentu, tahun berapa?
Berapa lama batas waktu masa kerja yang masuk kriteria? Apakah posisi di pekerjaan mereka (dulu) diperhitungkan proporsional atau tidak? Apakah yang diberhentikan dengan hormat termasuk juga?
Sangat variatif. Berpotensi terpecah belah, khusus buat Jawa Pos lama. Terkait kata ”adil dan makmur”. Adil bagi Jawa Pos lama dan kemakmuran buat mereka.
Sudahlah… rumit amat. Soal itu hak prerogatif Dahlan Iskan. Kalau, ia menang.
Lha…pikir saya, Jawa Pos bakal menang.
Dasarnya, Jawa Pos pasti habis-habisan memenangkannya. Daripada malu. Setidaknya, lebih baik malu yang tidak dilihat masyarakat, dengan menerapkan taktik sebar duit di atas, daripada malu ketahuan publik sudah mencuri saham sampai digugat mantan dirutnya.
Pikirku, Jawa Pos bakal pilih kalah duit daripada kalah malu. Malu menyangkut kredibilitas. Kredibilitas pers. Pers yang senantiasa independen, menegakkan kebenaran. Omong kosong pers menegakkan kebenaran jika dirinya tidak benar. Jika Jawa Pos tidak benar, citranya runtuh. Bisnisnya hancur.
Kamis, 31 Juli 2025, koran Jawa Pos menerbitkan berita headline sangat aneh dari perspektif jurnalistik, berjudul: Ahli: Dividen Bukan Termasuk Utang dalam Kepailitan. Isinya, ya… kasus gugatan Dahlan ke Jawa Pos itu. Arahnya, Jawa Pos membela diri.
Di berita tersebut, pers yang independen berarti independensi versi Jawa Pos sendiri. Menegakkan kebenaran, supaya publik tergiring oleh berita itu, menganggap Jawa Pos yang benar.
Bayangkan, apakah itu berita pers? Bermanfaatkah bagi publik? Ataukah kasus hukum gugatan ke Jawa Pos dimanfaatkan Jawa Pos jadi berita? Jika ya, berarti Jawa Pos mengorbankan fungsinya sebagai pers demi menang kasus hukum. Manipulatif berita. Sewenang-wenang.