Jejak Panjang Bom Atom Jepang, Delapan Dekade Silam (1): Menginspirasi Seni hingga Anime

Rabu 06-08-2025,16:09 WIB
Reporter : Joylin Septiani
Editor : Noor Arief Prasetyo

BACA JUGA:Konjen Jepang Surabaya Sebut Pekerja Indonesia Punya Kualitas.

BACA JUGA:Trump-Jepang Sepakat, Saham Otomotif Meledak

“Banyak hal mungkin akan menjadi buruk, tapi kita akan menemukan cara untuk bertahan hidup,” tuturnya.

Sama-sama novel, pada 1965, buku Black Rain tulisan Masuji Ibuse jadi salah satu yang paling terkenal di antara karya tulis lainnya soal pengeboman Hiroshima.

Lewat tokoh Yasuko, Ibuse memetakan luka tentang bagaimana hujan radioaktif tidak hanya merusak sel tubuh, tetapi juga membekukan pandangan masyarakat terhadap para hibakusha atau penyintas bom atom.

Yang jadi daya tariknya adalah, si penulis tidak terlibat dalam tragedi tersebut. Ia adalah seorang outsider.

Dari hal itu, muncul perdebatan “apakah seseorang yang tidak mengalami langsung berhak menulis kisah semacam ini?”


DOA BERSAMA di depan Kubah Bom Atom, salah satu bangunan bekas pengeboman di Hiroshoma, 5 Agustus 2025.-RICHARD A. BROOKS-AFP-

Victoria Young dari University of Cambridge mengatakan, “Bagaimana kita membicarakan atau menciptakan sastra dari kehidupan nyata selalu akan menjadi hal yang sulit.”

Tapi, ucapan itu terpatahkan oleh Kenzaburo Oe. Dalam Hiroshima Notes, ia menulis kompilasi esai berdasarkan kunjungan pribadinya ke Hiroshima. Dan, ketika terbit, Hiroshima Notes menjadi semacam antitesis atas gagasan bahwa hanya mereka yang mengalami langsung tragedi yang berhak bercerita.

Nyatanya, kehadiran seorang penulis yang bukan penyintas tetap bisa memancarkan kebenaran dan kepedihan yang sama.

Dalam kumpulan karya yang bicara soal bom atom, Yoko Tawada tertegun. Ia merasa pelajaran masa kecilnya menyisipkan ilusi bahwa Jepang adalah satu-satunya korban dari Perang Dunia II.

BACA JUGA:Isu Larangan WNI Masuk Jepang 2026 Dibantah, KBRI: Itu Tidak Benar

BACA JUGA:Perilaku Buruk Jadi Sorotan, Kesempatan Kerja WNI di Jepang Terancam Ditutup

Ketika ilustrasi pengeboman mengingatkannya pada neraka dalam seni tradisional, ia pun mulai bertanya-tanya. Mungkinkah bahaya bukan hanya datang dari teknologi nuklir itu sendiri, melainkan dari sisi gelap peradaban manusia yang sejak awal telah mengandung potensi destruktif? (*)

Penyintas dan Luka-Luka Lama, baca besok… (*)

Kategori :