Betapa produktifnya Hamid Nabhan dalam berkarya. Selain melukis beraliran impresionis, Hamid dikenal sebagai penulis buku. Tercatat sudah 50 lebih buku ditulis oleh pria kelahiran 15 Agustus itu. Hebatnya, banyak hal yang sudah ditulis Hamid. Topiknya beragam. Tak melulu seni rupa, melainkan cerpen, puisi, sketsa, sejarah, quote, sampai catatan perjalanan.
Menariknya, buku-buku itu tak selalu Hamid jual. Melainkan ia hadiahkan kepada siapa saja yang dikenalnya. Terutama yang setia mengapresiasi karya-karyanya. Bahkan Hamid sering menyerahkannya sendiri agar bukunya itu sampai ke tangan pembacanya. Termasuk membagikannya secara gratis ke sekolah-sekolah dan perpustakaan di seluruh Indonesia.
Semua itu dilakukan sarjana jurusan Pertanian Hama Penyakit di UPN Surabaya itu sebagai program pribadinya dalam memberikan sumbangsih dalam bentuk literasi kepada masyarakat luas. Dalam waktu dekat, Hamid sudah siap dengan tiga buku baru sekaligus. Belakangan, Hamid juga menciptakan lagu.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Hendie Santoso General Manager Pakuwon Mall Surabaya: Ji Feng Jing Cao
Bagaimana Hamid bisa seproduktif itu? Resepnya tak muluk-muluk. Bukan hendak mencari nama atau keuntungan materi. Kata Hamid, yang ia lakukan hanya mengikuti moto dari neneknya yang berdarah Arab. ”Sewaktu saya kecil, ada ungkapan nenek yang waktu itu tak saya mengerti, yakni ‘beras sak batok mangan enak turu ngorok’. Artinya ternyata nggak sulit dipahami,” terangnya.
Bahwa hidup itu hendaknya dijalani dengan ”适可而止” (shì kě ér zhǐ): tidak mengejar sesuatu dengan berlebihan dan tahu kapan harus berhenti. Ibaratnya untuk bisa hidup, seseorang itu cuma membutuhkan beras atau kebutuhan secukupnya. ”Ya contohnya makan tak usah banyak-banyak yang penting bisa untuk melanjutkan kehidupan. Malah aneka penyakit sekarang yang aneh-aneh itu justru karena kebanyakan makanan yang macam-macam, bukan?” tegasnya.
Selain itu, tanda orang menikmati hidupnya adalah jika sudah bisa tidur nyenyak sampai mengorok. ”Coba lihat apakah orang yang punya kekayaan dan kenyamanan fasilitas itu tidurnya selalu enak. Banyak yang tak bisa tidur karena banyak masalah. Sebaliknya, orang di pinggir jalan dan di pasar-pasar yang katanya hidupnya susah, tidurnya malah paling nyenyak. Saya lihat ada yang terlepap di becaknya sambil menunggu penumpang,” beber Hamid.
Pepatah itulah yang selalu diingat Hamid sampai sekarang. Hidup sederhana memang gayanya. Padahal orang tahu bahwa Hamid sangat berkecukupan. Pun neneknya yang berasal dari kalangan priyayi. Tapi Hamid tahu betul neneknya tak pernah berfoya-foya dan menunjukkan kelas ataupan harta yang dipunyainya.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Anggota Lembaga Bahtsul Masa'il PBNU Akhmad Kholily Kholil GML: Guang Ming Lei Luo
Makin ke sini Hamid makin meniru gaya hidup neneknya yang bersahaja itu. Tak heran ia sering terlihat tanpa mobil atau motor pribadi ke mana-mana. ”Saya bukan tak punya tapi saya sendiri nggak suka malah memang nggak bisa menyetir. Untung sekarang sudah ada aplikasi ojek online. Atau kalau bisa ditempuh jalan kaki, saya lebih suka itu,” ujarnya.
Dengan hidup apa adanya begitu itu Hamid tak merasa dirinya diburu sesuatu. Tak pula harus bersaing dengan siapa pun. Apa yang di hadapannya sekarang itulah yang ia jalani dan syukuri. ”Makin sederhana hidup makin banyak teman dari berbagai kalangan. Justru kita tahu siapa-sapa yang mau berteman dengan kita tanpa melihat kita siapa. Untungnya lagi, saya jadi banyak ide berkarya,” ungkapnya. (Heti Palestina Yunani)