Dalam konteks Indonesia, rujukan hukum sebenarnya sudah tersedia. Ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur soal penyebaran berita bohong, pencemaran nama baik, peretasan data, hingga penyalahgunaan konten digital.
Di samping itu, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) memberikan payung hukum bagi setiap warga agar data mereka tidak disalahgunakan.
Bahkan, Pedoman Etika Jurnalistik-Dewan Pers juga bisa menjadi acuan etika bermedia, khususnya dalam hal menyebarkan informasi yang benar dan menghormati martabat manusia.
Jika prinsip-prinsip itu dibawa ke ruang kelas, siswa dapat memahami bahwa menghargai karya orang lain adalah bagian dari hukum hak cipta; menjaga kerahasiaan data pribadi adalah kewajiban moral sekaligus legal; dan menyebarkan hoaks bukan hanya perbuatan tidak etis, melainkan juga bisa berujung pidana.
Mereka juga akan belajar bahwa komunikasi digital harus dijalankan dengan sopan dan bertanggung jawab. Sebab, cyberbullying atau ujaran kebencian tidak hanya menyakiti korban, tetapi juga dapat menjerat pelaku ke ranah hukum.
Kita sudah melihat banyak contoh penyimpangan yang berangkat dari ketidaktahuan atau kelalaian. Mulai penyebaran video palsu untuk merusak reputasi, pencurian data akun media sosial, hingga unggahan yang mengandung ujaran kebencian.
Semua itu memperlihatkan betapa teknologi dapat menjadi pedang bermata dua: membangun di satu sisi, tetapi juga bisa meruntuhkan jika digunakan dengan motif jahat.
Karena itu, membekali siswa dengan kesadaran hukum dan etika digital menjadi sangat penting. Dengan memahami regulasi seperti UU ITE dan UU PDP serta menghayati nilai etika bermedia, mereka akan tumbuh menjadi generasi yang bijak dan bertanggung jawab.
Sejak dini mereka bisa belajar bahwa teknologi seharusnya menjadi sarana kemajuan, bukan jalan menuju konsekuensi hukum yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. (*)
*) Yayan Sakti Suryandaru adalah dosen Departemen Komunikasi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya.-Dok Pribadi-
*) Rinda Aunillah adalah dosen Departemen Komunikasi Massa, Fikom, Universitas Padjadjaran, Bandung.-Dok Pribadi-