AKSI demonstrasi (unjuk rasa) menjadi salah satu tren dan aksi populer di kalangan masyarakat demokratis dalam menyuarakan aspirasi arus bawah. Aksi unjuk rasa seolah menjadi pilihan efektif yang tersedia saat komunikasi dialogis dengan elite mengalami kebuntuan.
Demonstrasi dianggap memiliki daya tekan lebih keras dan kuat. Selain itu, aksi itu memiliki daya entak dan daya kejut lebih kuat dalam menarik atensi publik dan media.
Demonstrasi massa hampir selalu diwarnai (dengan upaya) memancing daya tarik dan daya kejut. Tidak jarang aksi itu kerap dibumbui dengan tindakan bakar membakar, menerobos blokade, merobohkan pagar, pelemparan, yang berujung pada situasi vis-a-vis antara demonstran dan aparat keamanan.
BACA JUGA:Terbitkan SE, Gubernur Khofifah Perkuat Antisipasi Gangguan Keamanan di Jawa Timur
BACA JUGA:DPR Sepakat Cabut Tunjangan Perumahan dan Moratorium Kunker Luar Negeri
Dramatisasi itu diyakini akan lebih mudah menjadi amplifier aksi sehingga peristiwa bisa menjadi gawat, genting, dan sejenisnya.
Efek gema dan bola salju dari aksi demonstrasi di Jakarta berpotensi membesar dan bisa meluas hingga ke pelosok Nusantara. Hal itu muncul sebagai tanggapan balik amarah massa karena timbulnya korban yang dianggap representasi masyarakat arus bawah. Solidaritas menjadi alasan dalam konteks meluasnya aksi kali ini.
Pun, dalam gema echo chamber, aksi demo yang viral di media sosial dan lewat pemberitaan televisi makin mampu menerus-menyebar pesan, memobilisasi partisipasi, dan menormalisasi aksi hingga mengaduk-aduk emosi massa.
BACA JUGA:Menyusul NasDem, PAN Nonaktifkan Dua Anggota DPR RI Eko Patrio dan Uya Kuya
BACA JUGA:Presiden Perintahkan TNI-Polri Bertindak, Prabowo Sebut Ada Indikasi Makar
Dalam perspektif teori ketampakan konflik, makin konflik ditampakkan (diproduksi dan direproduksi) oleh publik lewat media sosial dan terlebih lagi media umum, makin pula konflik tersebut meluas ke masyarakat lainnya.
Dalam kaitan ini, penulis ingin berbagi, meyakinkan kembali akan pentingnya mengutamakan penanganan aksi demonstrasi dengan pendekatan cinta kasih, bukan dengan cara represif. Kita harus mulai belajar untuk menjaga nilai-nilai yang memanusiakan dan ramah lingkungan sebagai bentuk ikut mewujudkan kebaikan bersama.
Untuk itu, sebagai warga negara aktif, hendaknya kita dapat menyuarakan aspirasi dan harapan, mengingatkan elite dengan komunikasi demonstrasi empati.
BACA JUGA:Prabowo Minta Masyarakat Percaya kepada Pemerintah, Jangan Mau Diadu Domba
BACA JUGA:Prabowo Deteksi Upaya Makar dan Terorisme di Balik Maraknya Penjarahan dan Pembakaran