“Kalau gaji pokoknya hanya sekitar Rp 6,8 juta,” ujarnya.
Mathur mengakui, skema tunjangan tersebut berlebihan. Contoh paling mencolok adalah tunjangan perumahan yang nilainya setara menyewa rumah di kawasan elite.
BACA JUGA:DPR Sepakat Cabut Tunjangan Perumahan dan Moratorium Kunker Luar Negeri
Ia mengusulkan agar Pemprov menyediakan rumah dinas bagi anggota DPRD, sehingga biaya sewa tidak lagi diberikan dalam bentuk tunjangan.
“Mungkin akan besar di anggaran awal. Tapi itu bisa jauh lebih murah jika dihitung ke belakang,” paparnya.
Hal serupa bisa diterapkan untuk tunjangan transportasi dengan mengganti menjadi fasilitas mobil dinas yang dapat ditarik kembali setelah masa jabatan berakhir.
BACA JUGA:Fraksi-Fraksi DPR Satu Per Satu Sepakat Evaluasi Tunjangan Anggota Dewan, Ada PDIP Sampai Golkar
Jika tunjangan itu dihapus, Mathur menyarankan gaji pokok dewan diperbesar sesuai kepantasan.
“Karena kalau pakai skema gaji pokok seperti sekarang ini jelas tak akan sesuai operasional,” katanya.
Ia menambahkan, sebagai anggota dewan, dirinya harus sering menemui masyarakat, menerima tamu, dan berkeliling konstituen. “Untuk operasional ini, membutuhkan sekitar 15–20 juta,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Jatim Musyafak Rouf memberikan jawaban singkat ketika ditanya soal polemik tunjangan.
“Yo takono kono (Ya tanyalah ke sana, Red), yang penting kita tidak melanggar aturan,” katanya usai sidang paripurna, Senin, 8 September 2025. (*)