HARIAN DISWAY - Membaca buku bisa menjadi cara efektif untuk menenangkan jiwa. Prinsip itu melandasi lahirnya bibliotherapy atau biblioterapi.
Biblioterapi adalah terapi psikologi dengan media buku. Dalam terapi tersebut, buku atau cerita menjadi sarana utama untuk mengatasi kecemasan, stres, dan masalah emosional lainnya.
Modern Diplomacy melaporkan bahwa survei National Endowment for the Art menyorot perbedaan tingkat kesejahteraan mental antara responden yang punya kebiasaan membaca dan yang tidak.
Hasilnya, mereka yang suka membaca punya tingkat kesejahteraan mental sekitar 17 persen lebih tinggi ketimbang yang tidak suka membaca.
BACA JUGA:4 Teknik Penggunaan Aromaterapi untuk Relaksasi dan Kesehatan Mental di Era Modern
BACA JUGA: Mawar Sebagai Terapi, Dari Kecantikan Hingga Teknologi Inovatif
Studi University of Sussex pada tahun 2019 juga mengungkapkan bahwa membaca dapat mengurangi tingkat stres. Tak tanggung-tanggung, pengurangannya hingga 68 persen. Lebih efektif ketimbang jalan kaki atau ngeteh.
Hasil-hasil penelitian tersebut menggarisbawahi keyakinan bahwa membaca tidak sekadar kegiatan intelektual. Namun, membaca punya daya untuk menyembuhkan.
Asal Mula Biblioterapi
Biblioterapi bukanlah hal yang baru. Berdasarkan Bibliotherapy Australia, konsep biblioterapi sudah ada sejak zaman kuno. Itu tercantum pada prasasti di perpustakaan Thebes dan Alexandria.
Tulisan dalam prasasti itu, jika diterjemahkan berarti “tempat penyembuhan jiwa”.
BACA JUGA:Silent Walking, Terapi Kesehatan Mental Tanpa Aktivitas Digital
BACA JUGA: Ekoterapi, Alam Sebagai Obat Masalah Kesehatan Mental
Biblioterapi berasal dari dua kata Yunani. Biblion berarti buku dan therapeia artinya penyembuhan. Samuel Crothers lantas menggabungkan dua kata itu pada tahun 1916.
Tujuan Crothers adalah untuk menggambarkan sastra yang diresepkan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Sebab, dulu terapi yang sama dilakukan di rumah sakit jiwa.