Bayangkan jika sejak saat itu telah terjadi modus penyimpangan yang disengaja oleh sindikat bansos fiktif, berapa nilai kerugian negara?
Misalnya saja, mereka berhasil membajak 10 persen dari Rp4000 triliun. Artinya, uang yang dicuri mencapai Rp400 triliun dalam 10 tahun. Per tahun Rp40 triliun. Jika uang Rp40 triliun setahun itu digunakan untuk memberikan tambahan gaji guru honorer setiap bulan Rp2 juta = satu tahun Rp24 juta. Maka, akan dapat membiayai 1,6 juta guru honorer dalam satu tahun.
Jadi, sekali lagi, siapa sebenarnya mereka yang mampu mengorganisasi secara sistematis dan terstruktur kejahatan yang sangat jahat ini?
BACA JUGA:Dana Bansos Dipakai Main Judi Online
BACA JUGA:Entaskan Kemiskinan, Pemerintah Ubah Haluan dari Bansos ke Program Ekonomi
Apakah oknum pejabat atau pegawai pemerintah yang memiliki akses ke sistem data bansos? Sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sebab, mereka dapat memasukkan data fiktif, termasuk nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat palsu, ke dalam sistem.
Karena tanpa akses internal, sangatlah sulit untuk menambahkan puluhan juta data penerima fiktif tanpa terdeteksi. Oknum itu juga bisa memanfaatkan celah dalam sistem verifikasi untuk meloloskan data palsu.
Lalu, apakah juga ada oknum perbankan? Sebab, sindikat itu pasti memerlukan bantuan dari oknum di bank untuk membuka rekening fiktif tanpa pemilik yang sah atau dengan identitas palsu.
BACA JUGA:MUI Minta Pelaku Judol Dihapus dari Daftar Penerima Bansos
BACA JUGA:Ratusan Ribu NIK Bansos Dipakai untuk Judi Online, Nilainya Nyaris Rp 1 Triliun!
Pembukaan rekening dalam jumlah besar dan secara tidak wajar akan menarik perhatian. Kecuali ada orang dalam di bank yang memfasilitasinya. Termasuk menyediakan akses untuk penarikan dana setelahnya.
Apakah juga melibatkan pihak lapangan? Yang bertugas sebagai perekrut KTP dan penarik dana. Kelompok itu bertugas di lapangan untuk menarik dana yang telah masuk ke rekening fiktif.
Mereka bisa menggunakan berbagai cara. Misalnya, kartu ATM yang sudah disiapkan atau kerja sama dengan agen perbankan untuk pencairan. Kelompok tersebut bisa disebut sebagai eksekutor di ujung rantai.
Maka, wajar bila ada dugaan para pelaku kejahatan penerima bansos fiktif itu adalah sindikat. Pasalnya, penerima fiktif tersebut dalam skala besar. Bukan puluhan atau ratusan orang, yang bisa kita sebut sebagai human error petugas input data.
Tetapi, ini jutaan dan dana itu dikelola. Masuk dan kemudian ditarik. Di mana prosesnya dimulai dari birokrasi pemerintahan (data), dilanjutkan ke sektor perbankan (rekening), dan diakhiri dengan pencairan di lapangan. Keterlibatan lintas sektor itu adalah ciri khas sindikat kejahatan terorganisasi.
Lazimnya, pasti ada ”otak” di balik operasi itu. Yang mengatur strategi. Sementara itu, anggota lainnya menjalankan peran masing-masing. Seperti pembuat data fiktif, pembuka rekening, dan penarik dana.