Puncak drama global ini terjadi di Prancis. Pada 10 September 2025, tepat di hari pertama Sebastien Lecornu menjabat perdana menteri, gerakan ”Block Everything” meletus serentak. Aksi itu melumpuhkan jalan raya, pelabuhan, hingga pusat kota-kota besar seperti Paris, Lyon, dan Marseille.
Pemicu utamanya adalah kebijakan pemotongan anggaran negara senilai 44 miliar euro, termasuk penghapusan dua hari libur nasional, pembekuan pensiun, serta pemangkasan dana publik.
Tidak ada skandal korupsi yang menjadi latar belakang eksplisit, tetapi krisis kepercayaan terhadap elite politik menjadi faktor utama.
Hal itu konsisten dengan teori relative deprivation dari Gurr (1970), yang menjelaskan bahwa protes sosial sering muncul ketika kesenjangan antara harapan masyarakat dan kebijakan pemerintah makin lebar.
Sejarah Prancis menunjukkan pola yang berulang. Gerakan Mei 1968, yang dipicu keresahan mahasiswa dan buruh, hampir melumpuhkan negara (Seidman, 2004).
Kini, lima dekade kemudian, ketidakpuasan sosial kembali menemukan salurannya di jalanan, menandai siklus lama hubungan tegang antara negara dan masyarakat sipil di Prancis (Wieviorka, 2012).
BENANG MERAH: EKONOMI, KORUPSI, DAN LEGITIMASI
Tiga peristiwa di tiga negara dengan sistem politik yang berbeda mengajarkan satu hal yang sama: masyarakat menolak ketika kebijakan publik dinilai hanya menguntungkan segelintir elite.
Indonesia: protes disertai isu korupsi dan disparitas sosial.
Nepal: korupsi terang-terangan menjadi isu utama, memperburuk krisis ekonomi.
Prancis: meski bukan korupsi, kebijakan penghematan yang memukul rakyat kecil dianggap sebagai bentuk ”pengkhianatan” elite terhadap rakyat.
Studi Tarrow (2011) menyebut fenomena itu sebagai contentious politics: dinamika kolektif ketika warga biasa menantang elite, otoritas, dan norma yang berlaku.
Mobilisasi yang tampak berbeda di setiap negara ternyata memiliki mekanisme serupa. Yakni, penggunaan ruang publik, blokade, dan narasi moral tentang keadilan.
PELAJARAN UNTUK PEMERINTAH
Apa yang bisa dipetik dari gelombang protes global ini?
Pertama, ekonomi dan legitimasi politik tidak bisa dipisahkan. Ketika kebijakan publik mengorbankan kesejahteraan rakyat kecil, krisis kepercayaan akan segera mengikuti (Stiglitz, 2012).