Selain soal pembagian TKD, pertemuan ini juga membahas strategi jangka panjang: penguatan Pendapatan Asli Daerah. Bima Arya menekankan pentingnya peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai mesin ekonomi lokal.
"BUMD harus disehatkan, punya jiwa entrepreneur. Harus ada upaya kreatif menyehatkan BUMD, memanfaatkan aset, bermitra dengan swasta," katanya, mengutip arahan Mendagri Tito Karnavian.
BACA JUGA:Sertifikat TKDN untuk 20 Produk Apple sudah Terbit, iPhone 16 Siap Masuk Pasar Indonesia
Eri Cahyadi menambahkan, Surabaya bisa membuktikan konsep tersebut. Melalui PD Pasar, PDAM, dan PD Pembangunan, Kota Pahlawan berhasil menggenjot PAD dari optimalisasi aset. Mulai dari sewa kios pasar hingga pengelolaan lahan strategis.
"Kami sampaikan ke Mendagri, apa yang sudah dilakukan masing-masing kota, mulai dari BUMD, pemanfaatan aset, hingga inovasi pajak daerah. Semua itu didukung oleh beliau," ujar Eri.
Namun, tak semua daerah memiliki modal awal seperti Surabaya. Banyak BUMD di kota kecil yang nyaris bangkrut, minim profesionalisme, dan terbelit utang.
Tanpa intervensi strategis dari pusat, mereka sulit bangkit. Yang diusulkan Eri adalah solusi konkret. Ia mendorong penyusunan formula baru dalam alokasi TKD.
Isinya, rasio PAD terhadap belanja daerah, indeks ketimpangan sosial dan ekonomi, kebutuhan infrastruktur dasar, dan kapasitas kelembagaan daerah.
"Ini bukan soal minta lebih. Ini soal keadilan struktural. Kalau kita ingin daerah maju secara merata, maka dukungan harus proporsional," tandas Eri.
BACA JUGA:TKDN Apple sedang Disiapkan, iPhone 16 Segera Beredar di Indonesia
Wamendagri Bima Arya Sugiarto saat memberi keterangan tentang TKD 2025 rapat Gedung Kemendagri Jakarta, pada Jumat, 19 September 2025-Pemkot Surabaya-
Usulan tersebut mendapat respons positif dari Wamendagri. Bima Arya menyatakan bahwa pihaknya siap menjembatani dialog dengan Kementerian Keuangan, instansi teknis lainnya.
"Kami akan koordinasikan agar teman-teman di daerah bisa menjemput program prioritas, dan kebutuhan riil mereka terpenuhi," ujarnya.
Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia dan salah satu yang paling inovatif, Surabaya kerap dijadikan role model daerah lain. Namun bagi Eri, posisi itu bukan alasan untuk diperlakukan sama dengan daerah yang masih bergelut dengan defisit anggaran.
"Kita harus jujur. Surabaya bisa hidup tanpa DAU besar. Tapi kota-kota kecil tidak. Maka, jika TKD dibagi rata, itu bukan keadilan, itu bentuk diskriminasi terbalik," katanya.
Ia mencontohkan, kota-kota di Papua atau Maluku sering menghadapi tantangan geografis, logistik, dan SDM yang jauh lebih kompleks.