PN Jaksel jadwalkan sidang pertama gugatan praperadilan Nadiem Makarim pada 3 Oktober 2025, pukul 13:00 terkait kasus korupsi pengadaan laptop Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022.-Antara Foto / Bayu Pratama S-
BACA JUGA:Nadiem Ajukan Praperadilan
BACA JUGA:Apartemen Nadiem Makarim Ternyata sudah Digeledah, Kejagung Temukan Ini
Gugatan Praperadilan Nadiem ke Kejagung Melalui pengacaranya, Hana Pertiwi, Nadiem mengajukan permohonan praperadilan pada Selasa (23/9). Hana berpendapat penetapan tersangka oleh Kejagung tidak memenuhi ketentuan hukum. Menurutnya, penyidik seharusnya memiliki minimal dua alat bukti permulaan yang sah, termasuk audit kerugian keuangan negara dari lembaga berwenang seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Kalau penetapan tersangka tidak sah, otomatis penahanan yang dilakukan juga tidak sah,” ujar Hana di PN Jakarta Selatan. Ia menambahkan, detail substansi akan dipaparkan dalam persidangan. Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada Kamis, 4 September 2025. Usai penetapan status tersebut, Nadiem langsung ditahan untuk kepentingan penyidikan.BACA JUGA:Peran Nadiem Makarim dalam Kasus Korupsi Chromebook Rp1,98 Triliun
BACA JUGA:Mas Menteri Nadiem Makarim, Jejak Perjalanannya dari Gojek ke Go Jail
Perkara Korupsi Pengadaan Laptop Kasus yang menjerat Nadiem terkait dengan proyek pengadaan laptop untuk Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022. Dalam pengembangan penyidikan, penyidik Kejagung telah melakukan penggeledahan di apartemen Nadiem di Jakarta Selatan. Dari lokasi tersebut, penyidik menyita sejumlah dokumen yang diduga terkait dengan perkara. Selain Nadiem, Kejagung juga menetapkan empat tersangka lainnya, yakni Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021 Mulyatsyah; Direktur SD 2020–2021 Sri Wahyuningsih; mantan staf khusus Mendikbudristek, Jurist Tan (buronan); serta mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek, Ibrahim Arief. Berdasarkan hasil penyidikan, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun. Angka tersebut terdiri dari dugaan kerugian Rp480 miliar akibat item software (CDM), serta sekitar Rp1,5 triliun dari dugaan mark up harga pengadaan laptop. (*) *) Mahasiswa Magang Prodi Sastra Inggris Universitas Negeri Surabaya