HARIAN DISWAY – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk belum mampu terbang tinggi. Sebab, meskipun tingkat keterisian kursi (load factor) hingga 78% pada semester I 2025, BUMN itu masih punya persoalan serius.
Anggota Komisi VI DPR RI Budi Sulistyono alias Kanang mengatakan bahwa beban kewajiban masa lalu Garuda terus membayangi. Apalagi, pola manajemen sekarang ini masih belum efisien. Dua hal itulah yang membuat maskapai nasional itu tetap merugi.
BACA JUGA:Jaga Ketahanan Energi Nasional, Kanang: Pertamina Harus Senapas dengan Pemerintah!
BACA JUGA:Kanang Soroti Peran Vital Pertamina Jaga Ketahanan Energi Nasional
“Beban Garuda saat ini berat, bahkan sebagian dibikin-bikin sendiri. Kalau hanya langkah biasa-biasa saja, sulit. Harus ada kiat spektakuler,” ujar Kanang saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI pada Senin, 22 September 2025.
RDP itu dihadiri direktur utama Garuda Indonesia, direktur utama PT Angkasa Pura Indonesia, dan direktur utama PT Integrasi Aviasi Solusi. Menurut legislator PDIP itu, Garuda butuh reformasi besar-besaran.
Belum tuntasnya kewajiban perusahaan terhadap mantan karyawan, tunggakan ke vendor, dan struktur sumber daya manusia dalam BUMN itu perlu segera diatasi. “Belum lagi rute-rute non-profitable yang membebani perusahaan,” tegas Kanang.
BACA JUGA:Kanang: Proyek WHOOSH Jakarta–Surabaya Jangan Gimmick Politik
BACA JUGA:Kanang: Stop Impor Gula Sampai Tebu Rakyat Habis Terserap
Ia juga mempertanyakan efektivitas suntikan dana Rp6,65 triliun yang diterima Garuda. Di hadapan para direktur yang hadir, ia minta kejelasan tentang dana tersebut.
Apakah untuk menutup biaya operasional, melunasi beban masa lalu, atau benar-benar diarahkan untuk membalikkan kinerja ke arah profit.
Kanang memberikan tiga alternatif solusi dalam RDP tersebut. Yang pertama adalah memerger Garuda dengan maskapai lain seperti Lion Air. Komposisi kepemilikan sahamnya 60:40.
Yang kedua adalah mereformasi struktur biaya dan remunerasi karyawan. Yang ketiga adalah mempertimbangkan integrasi Garuda dengan Pelita Air. Namun, Garudalah yang masuk ke Pelita, bukan sebaliknya.
BACA JUGA:Kanang Soroti Peran Himbara dan Beban Utang BUMN: “Jangan Ulangi Lubang yang Sama”
BACA JUGA:Kanang: Koperasi Merah Putih Jangan Jadi Rumah Kosong
“Daripada hancur terus, mungkin negara bisa negosiasi untuk menggabungkan Garuda dengan maskapai lain. Atau reformasi total, termasuk soal gaji pilot. Kalau di maskapai lain 10 juta, ya di sini juga 10 juta. Kalau tidak mau, ya minggir,” tegasnya.
Kanang menilai Garuda perlu belajar dari model manajemen maskapai lain yang sukses menjaga profit meski tingkat keterlambatannya lebih tinggi ketimbang Garuda. Menurutnya, loyalitas pelanggan bisa tetap terjaga meski harga tiket murah dan fasilitas tidak semewah Garuda.
“Garuda harus berani berubah. Jangan sampai harga tiket mahal, fasilitas wah, tapi tetap rugi. Harus dicari formula agar efisien tapi tetap dipercaya publik,” pungkasnya. (*)