Haul Gus Dur Ke-16: Menghidupkan Warisan ’Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat’
FOTO ILUSTRASI Gus Dur saat berkomunikasi dengan semua kompunen bangsa dari berbagi latar belakang. -Dok Ansor Art.-
DI TENGAH NUANSA khidmat dan penuh keberkahan di kediaman keluarga KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Ciganjur, Jakarta, ribuan jamaah dari seluruh Indonesia berkumpul pada Sabtu malam (20 Desember 2025) untuk merayakan haul ke-16 presiden ke-4 RI.
Acara itu tidak hanya untuk mengenang, tetapi juga untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan, pluralisme, dan demokrasi yang menjadi jiwa Gus Dur –sekaligus mempertanyakan ruang partisipasi rakyat dalam kehidupan bernegara saat ini.
Di bawah tenda besar dengan tata cahaya hijau yang menciptakan nuansa tenang, acara dimulai sejak sore, tepat setelah salat Magrib dengan doa khatmil Al-Qur’an bersama dan konferensi pers.
BACA JUGA:Peringati Haul ke-16 di Surabaya, Yenny Wahid: Gus Dur Milik Seluruh Umat Manusia
BACA JUGA:Haul Gus Dur Pahlawan: Semangat Kemanusiaan yang Menggema Melampaui Waktu
Acara resmi dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, menyanyikan lagu Indonesia Raya (dinyanyikan lengkap tiga stanza dengan video pengiring yang menampilkan aktivitas pertambangan, bencana, dan keberagaman Indonesia dari Aceh hingga Papua), serta Syubbanul Wathon.
Ning Inayah Wahid, putri bungsu Gus Dur, bertindak sebagai pembawa acara, sementara keluarga lainnya –termasuk Ning Alissa dan Ning Yenny Wahid– turut hadir.
Haul tahun ini mengusung tema Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat yang dipilih secara sengaja oleh panitia yang diketuai Alissa Wahid. Menurut Alissa, kondisi saat ini menunjukkan bahwa ruang untuk rakyat dalam pengambilan kebijakan makin terpinggirkan.
BACA JUGA:Menjaga Marwah NU ala Gus Dur: Keberanian Moral di Atas Segala Kepentingan
”Rakyat yang bersuara kritis kerap dibungkam, direpresi, diintimidasi, sedangkan sebagian elite politik terlihat kurang responsif,” ujar Alissa dalam konferensi pers.
Tema tersebut ditujukan untuk negara, elite politik, Nahdlatul Ulama (NU), dan rakyat itu sendiri, dengan harapan rakyat aktif mengambil ruangnya untuk menyampaikan aspirasi. ”Padahal, Indonesia ini negara demokrasi yang berarti dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat,” tegasnya.
Kehadiran berbagai tokoh mencerminkan kuatnya warisan pemikiran Gus Dur. Antara lain, Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Hj Arifah Fauzi, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, sejarawan Anhar Gonggong, dan Uskup Agung Jakarta Ignatius Suharyo –menunjukkan kesatuan lintas agama dan profesi.
BACA JUGA:Gus Dur dan Romo Mangun Diangkat sebagai Pahlawan Kemanusiaan Era Modern
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: