Kos-Kosan di Surabaya Harus Berizin? DPRD: Butuh Payung Hukum, Bukan Cuma Surat Edaran!

Jumat 26-09-2025,13:40 WIB
Reporter : Agustinus Fransisco
Editor : Salman Muhiddin

Pertemuan akan melibatkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil), bagian hukum, serta stakeholder terkait lainnya. "Minggu depan kami berdiskusi dengan pemkot, di antaranya Dispendukcapil, pihak terkait bagian hukum dan kerja sama," kata Saifuddin.

Ia mengatakan, sehingga kalau kebijakan itu dikeluarkan, maka akan melindungi warga. Baik warga umum, penghuni, maupun pemilik kos atau kontrakan. Tujuannya jelas. Untuk menghindari multitafsir, mencegah konflik sosial, dan memberi kepastian hukum bagi semua pihak.

BACA JUGA:Wajib Belajar Jadi 13 Tahun, Pemkot Dorong Anak Masuk PAUD

BACA JUGA:Rp 2,5 Miliar Disiapkan Pemkot Surabaya untuk Perbaikan Fasum Pasca Aksi Massa

Fenomena kos-kosan di Surabaya memang tak bisa diabaikan. Di kawasan seperti Keputih, Ngagel, dan Dukuh Kupang, jumlah kos mencapai ribuan unit.

Banyak yang dikelola profesional, tapi tak sedikit pula yang berdiri di lahan sempit, minim sirkulasi udara, tanpa toilet layak, bahkan campur antara laki-laki dan perempuan tanpa pengawasan.

Tanpa pengawasan, risiko kriminalitas, kebisingan, penyalahgunaan narkoba, dan eksploitasi anak meningkat. Belum lagi soal sampah, genangan air, dan konflik sosial antarwarga.

Namun, solusi tidak boleh datang dari represi atau penutupan paksa. Harus ada pendekatan yang edukatif dan bertahap.

Aturan kos memang sensitif. Di satu sisi, warga berhak atas ketenangan dan keamanan lingkungan. Di sisi lain, banyak pemilik kos adalah warga kelas menengah bawah yang mengandalkan sewa kos sebagai sumber penghasilan utama. Solusi ideal bukan larangan, bukan juga pembiaran. Tapi regulasi yang adil, transparan, dan dilindungi hukum. (*)

Kategori :