Hananto Widodo, pakar hukum kebijakan publik, bersuara tentang kebijakan indekos dan rumah kontrakan di Surabaya yang diajukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya-Narasumber untuk Harian Disway-
Dari sisi kebijakan publik, arahan Wali Kota Eri Cahyadi dinilai berniat baik, tapi salah instrumen. Menurut Hananto Widodo, pakar kebijakan publik, regulasi sebesar itu tidak boleh lahir dari Peraturan Wali Kota (Perwali).
"Kebijakan itu harus diatur dengan Perda. Maka harus melibatkan pemangku kepentingan agar diajak berembuk," tegas Hananto.
Ia menambahkan, bahwa kebijakan itu semua harus diatur. Mulai dari penghuni kos, iuran kos, hingga mekanisme izinnya.
Ia menekankan bahwa tanpa payung hukum yang kuat, kebijakan akan rentan digunakan secara diskriminatif, menjadi alat balas dendam, atau bahkan komodifikasi izin.
"Kalau kita lihat aturan itu bisa menjadi pembatasan. Karena izin pendirian kos diatur, maka harus ada detail terkait aturan itu," lanjut Dosen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu. (*)
BACA JUGA:Pemkot Mulai Perbaiki Puluhan Fasum Yang Rusak Dampak Demonstrasi
BACA JUGA:Pemkot Surabaya dan IDI Kawal Kasus Kekerasan Dokter RS BDH
Misalnya, harus ada ketentuan jarak dengan pekerjaan atau universitas. Harus ada syarat detailnya, bukan hanya izin warga yang bisa ditafsir seenaknya.
Bukan berarti kos-kosan harus dibiarkan liar. Banyak memang yang tidak layak huni, sempit, minim ventilasi, tanpa akses darurat, bahkan rawan kebakaran.
Tapi solusinya bukan larangan atau penutupan paksa, melainkan pembinaan, fasilitasi, dan standarisasi. Pemkot bisa memberikan insentif bagi pemilik kos yang memenuhi standar kesehatan dan keselamatan atau membentuk posko pengaduan bagi penghuni yang dirugikan
Dan yang paling penting, jangan sampai warga kelas bawah jadi korban dari kebijakan yang lahir tanpa kajian mendalam. Di tengah mahalnya harga properti dan minimnya hunian layak, kos-kosan adalah oase bagi rakyat kecil.
Mahasiswa, buruh, tenaga medis, pedagang kaki lima, semuanya bergantung di sana. Aturan kos bukan soal melarang, tapi soal menata dengan keadilan. Surabaya harus jadi kota yang ramah bagi semua orang. (*)