Suami Istri Saling Cemburu, Suami Bunuh Istri: Gegara Telepon HP

Selasa 30-09-2025,05:33 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Lalu, Kandasamy lapor polisi. Melaporkan KDRT yang dilakukan suami kepadanyi. Laporan diterima polwan di kantor polisi India. 

Hasilnya, polwan itu bukannya menyelidiki perkaranya, malah bertanya tentang maskawin yang diberikan Kandasamy kepada suami saat nikah dulu. Di India berkebalikan Indonesia, maskawin diberikan calon istri kepada calon suami.

Ternyata Kandasamy tidak memberikan maskawin. Polwan kaget mendengarnya.

Polwan: ”Pria yang menikahi seorang gadis karena maskawin memperlakukannya dengan baik. Pria yang menikahinya karena alasan lain, yah... beginilah akhirnya.” 

Pasti Kandasamy kecewa. Diurai detail dalam novel itu. 

Akhirnya, Kandasamy menceraikan suami. Dia tidak peduli kata keluarganyi. Dia tak peduli anggapan negatif masyarakat terhadapnyi. Dia memberontak dari kultur India.

Kandasamy: ”Seorang perempuan yang mengalami kekerasan biasanya hanya bisa memercayai satu orang untuk meminta bantuan. Dirinya sendiri.” 

Akhirnya: ”Saya tidak takut kepada laki-laki. Saya telah membentuk diri saya dalam citra menantang. Saya tak kenal kompromi. Saya perempuan yang ditakuti laki-laki. Saya antirapuh. Saya diciptakan untuk tidak mudah hancur. Itulah salah satu alasan mengapa makin sulit untuk membicarakan kekerasan.”

Riset tersebut menggambarkan pemikiran perempuan Barat dan Timur, sama tentang KDRT. Bedanya, masyarakat di negara-negara Barat tidak seperti di India yang membela laki-laki dalam konflik suami istri. Jadi, hidup istri di India lebih berat daripada di Barat.

Masyarakat Indonesia dalam memandang KDRT tidak seperti di Barat, tidak pula seperti di India. Polisi di sini bertindak fokus pada perkara hukum, bukan bertanya soal maskawin.

Namun, sebagaimana di negara-negara Barat dan India, jumlah KDRT di Indonesia cenderung meningkat. Belum ada data untuk itu. Namun, pembunuhan suami terhadap istri makin sering terjadi. (*)

 

Kategori :