Benarkah Pidato di PBB Itu Penting?

Senin 06-10-2025,10:33 WIB
Oleh: Teddy Afriansyah*

KEPUTUSAN Presiden Prabowo Subianto mengambil podium Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York menjadi sebuah penanda. Sebuah pemutus tradisi hening selama satu dekade terakhir. Panggung tempat Soekarno pernah mengguncang dunia dengan gagasan Pancasila kini kembali ditapaki oleh pemimpin tertinggi republik. 

Langkah tersebut sontak memantik kembali sebuah perdebatan klasik dalam diplomasi, yaitu sepenting apakah sebuah pidato berdurasi 15 menit di hadapan para pemimpin dunia?

Sebagian kalangan memandang forum PBB tak lebih dari panggung seremoni. Sebuah ritual tahunan tempat para kepala negara datang, berfoto, membacakan naskah yang sudah disiapkan, lalu pulang. 

BACA JUGA:Pasca Pidato Berapi-Api di Sidang PBB, Sejumlah Kepala Negara Telepon Prabowo, ini Kata Mereka

BACA JUGA:Netanyahu Singgung Pidato Presiden Prabowo di Sidang PBB, Ajak Kolaborasi Negara Muslim dan Israel

Gemuruh tepuk tangan yang terdengar sesaat setelah pidato selesai dianggap tak lebih dari basa-basi diplomatik. Menurut pandangan itu, diplomasi sejati tidak terjadi di bawah sorotan lampu, tetapi di ruang-ruang tertutup, dalam lobi-lobi senyap, atau melalui negosiasi alot yang menghasilkan kesepakatan bernilai miliaran dolar AS. 

Bagi penganut mazhab pragmatisme, hasil nyata jauh lebih berharga daripada retorika yang memukau.

Namun, ada pandangan lain yang sama kuatnya. Perspektif yang melihat podium PBB sebagai arena pertarungan narasi global. Sebuah panggung tempat sebuah bangsa memproyeksikan identitas, menyuarakan kepentingan, dan mengukir citranya di benak komunitas internasional.

BACA JUGA:Poin-Poin Penting Pidato Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB

BACA JUGA:Trump Puji Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB

Kehadiran fisik seorang pemimpin di sana bukan sekadar simbol, melainkan juga sebuah pernyataan. Pernyataan bahwa negaranya hadir, relevan, dan siap mengambil peran. Absennya seorang pemimpin, sebaliknya, bisa ditafsirkan sebagai sinyal fokus domestik yang teramat kuat atau bahkan sebuah ketidakpedulian terhadap dinamika panggung global.

Pertanyaannya yang muncul menjadi Prabowo memilih ”Ya”, sedangkan Jokowi memilih ”Tidak”. Manakah kalkulasi yang lebih tepat bagi Indonesia?”

PODIUM SEBAGAI SENJATA POLITIK

Sejarah diplomasi Indonesia membuktikan bahwa mimbar PBB pernah menjadi senjata yang efektif. Soekarno tidak datang ke New York pada 1960 hanya sebagai formalitas. Sang proklamator datang membawa sebuah gagasan besar bertajuk To Build the World Anew.

BACA JUGA:Prabowo Urutan ke-3 Pidato di Sidang Umum PBB, Bahas Solusi 2 Negara Palestina dan Israel

Kategori :