BACA JUGA:Spirit Haji untuk Pembebasan Palestina
BACA JUGA:Fatwa Ulama dan Skema Biaya Haji
PIHK: KAMBING HITAM ATAU TUKANG JALAN?
Nah, di tengah pusaran itu, nama penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) ikut ketarik. Mereka dituding jadi bagian dari masalah.
Padahal, posisi mereka sebenarnya jelas: hanya pelaksana kebijakan pemerintah.
PIHK itu kayak sopir bus di jalan tol. Kalau pemerintah buka tol baru, mereka lewat. Apakah salah kalau belakangan tol itu ternyata proyek mangkrak? Tentu tidak.
BACA JUGA:Formula Biaya Haji
BACA JUGA:Orang di Saudi Berhaji, ONH Lebih Mahal
Sama juga, PIHK hanya menerima kuota resmi dari Kemenag, lalu mengurus jamaah sesuai aturan.
Yang salah itu kalau ada PIHK yang nyogok pejabat biar kebagian jatah lebih. Itu lain cerita.
Namun, menuding PIHK secara kolektif sama saja dengan menyalahkan semua sopir bus kalau ada jalan berlubang.
DISKRESI VS TRANSPARANSI
Persoalan utama sesungguhnya justru ada di sini, yaitu: diskresi yang tidak transparan. Diskresi itu sah, tapi kalau alasannya tidak jelas, ya tetap bikin curiga.
BACA JUGA:Risiko Skema Biaya Haji
BACA JUGA:KPK Dalami Dugaan Korupsi Haji 2024, Ada Penyimpangan di Layanan Katering Jamaah
Mengapa 50:50? Apa pertimbangannya? Apakah untuk mengurangi antrean haji reguler yang sudah 30 tahun? Atau, untuk memenuhi permintaan jamaah haji khusus yang punya daya bayar lebih tinggi? Tanpa jawaban terbuka, diskresi selalu berpotensi ditafsir macam-macam.