Ayah dan ibu Nadiem muncul di publik dan menyatakan bahwa mereka membesarkan Nadiem dalam standar pendidikan yang tinggi dan memberikan bekal integritas dan pendidikan antikorupsi yang tinggi. Karena itu, orang tua Nadiem yakin anaknya tidak bersalah.
Meski pengadilan belum digelar, sudah ada suara untuk meminta abolisi ataupun grasi sebagaimana yang diterima Tom Lembong dan Hasto Kristianto.
Ketika Tom Lembong diadili, muncul public outcry. Banyak kalangan yang mencurigai ada motif politik di balik pengadilan itu. Sejumlah tokoh menandatangani ”amicus curiae”, meminta agar Tom dibebaskan dari semua tuduhan.
BACA JUGA:KPK Segera Umumkan Tersangka Kasus Korupsi Kuota Haji, Rumah Gus Yaqut Digeledah
BACA JUGA:Rumah ASN dan Eks Menag Yaqut Cholis Qoumas Digeledah, KPK Sita Barang Bukti Elektronik hingga Mobil
Bukti-bukti yang ditampilkan di pengadilan tidak mendukung tuduhan terhadap Tom. Kendati demikian, Tom tetap divonis 2,5 tahun. Prabowo Subianto pun menganulir vonis itu.
Kasus Nadiem beda dengan Tom. Sampai sejauh ini, tidak ada public outcry yang meluas. Tom Lembong menjadi bagian dari oposisi. Sementara itu, Nadiem adalah penikmat privilese dari kekuasaan.
Sejauh ini pembelaan terhadap Nadiem masih terbatas. Pengacara Hotman Paris Hutapea paling keras memprotes. Maklum, ia menjadi pengacara Nadiem dan pernah bekerja dalam firma hukum yang dipimpin Nono Anwar Makarim, ayahanda Nadiem.
BACA JUGA:Sempat Dibantarkan, Nadiem Dikembalikan ke Rutan Salemba
BACA JUGA:Istri Nadiem Hadiri Sidang Praperadilan Kasus Korupsi Laptop Kemendikbud
Pembelaan lainnya datang dari jurnalis senior pendiri majalah Tempo, Goenawan Mohamad. Ia bersaksi bahwa Nadiem orang baik dan berasal dari keluarga baik-baik. Keluarga Nadiem sangat aktif dalam gerakan antikorupsi dan mendidik anak-anaknya dengan ketat supaya menghindari korupsi.
Pembelaan Goenawan bisa dimaklumi karena ia bersahabat karib dengan ayah Nadiem ketika sama-sama aktif di gerakan mahasiswa dekade 1960-an.
Kasus Nadiem menjadi fenomena tersendiri. Seorang anak muda yang cemerlang, lulusan terbaik Harvard, menciptakan sejarah dengan menemukan aplikasi Gojek yang mengguncang dunia, tapi akhirnya harus menjadi pesakitan korupsi.
Di sisi lain, banyak elite politik yang kemampuan intelektualnya pas-pasan. Ijazahnya diragukan atau nilai ujiannya pas-pasan. Ahmad Sahroni yang terlihat seperti politikus yang hebat ternyata nilai rata-rata ujiannya tidak sampai 6.
Ijazah Wapres Gibran Rakabuming Raka sekarang diburu kelompok ”Tiroris” (Tifa, Roy, dan Risman) karena dianggap palsu. Setelah memburu ijazah Jokowi, kelompok Teroris beralih ke Gibran.
Mungkin Tiroris melihat Jokowi sebagai sasaran yang alot karena UGM mati-matian mempertahankannya. Gibran dianggap sebagai sasaran yang lebih empuk karena hanya level SMK.