JAKARTA, HARIAN DISWAY - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menegaskan tidak pernah diminta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghitung potensi kerugian negara dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh saksi ahli BPK Teguh S. dalam sidang lanjutan perkara akuisisi PT JN di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 21 Oktober 2025.
“Kami tidak pernah diminta untuk menghitung kerugian negara,” kata Teguh di hadapan majelis hakim pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Dalam perkara tersebut, tiga mantan direksi PT ASDP Ira Puspadewi, M. Yusuf Hadi, dan Harry MAC didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,25 triliun.
BACA JUGA:KPK Ungkap Hubungan Bisnis Riza Chalid dan Chrisna Damayanto dalam Kasus Suap Katalis
BACA JUGA:Kejari Sumenep Tunggu Hasil Audit BPKP Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Logistik Pemilu 2024
Namun, menurut Teguh, BPK tidak memiliki dasar untuk menghitung kerugian tersebut karena tidak ada permintaan resmi dari aparat penegak hukum.
Teguh menjelaskan bahwa BPK hanya menjalankan audit kepatuhan investasi dalam akuisisi PT JN dan hasilnya dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tertanggal 14 Maret 2023.
Dalam laporan itu, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian terhadap dua kapal, yakni KMP Marisa Nusantara dan KMP Mahkota.
Lembaga auditor negara itu juga merekomendasikan agar ASDP membuat kesepakatan formal dan menghitung opportunity loss akibat dua kapal tersebut belum beroperasi.
BACA JUGA:KPK Periksa VP Legal ASDP Anom Sedayu Terkait Akuisisi PT Jembatan Nusantara
BACA JUGA:Cari Keadilan, Eks Direksi ASDP Surati ke Presiden Prabowo
Nilai opportunity loss dan biaya perbaikan kapal diperkirakan mencapai nominal Rp4,8 miliar.
Gunawan selaku kuasa hukum mantan direksi PT ASDP mempertanyakan langkah jaksa KPK yang menghitung kerugian negara tanpa memperlibatkan BPK.
Sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012, lembaga yang berwenang menyatakan adanya kerugian negara hanya BPK, BPKP, dan Inspektorat.
Maka dari itu Gunawan mempertanyakan langkah jaksa penuntut umum KPK yang tak meminta BPK untuk menghitung kerugian negara, melainkan melakukan penghitungan sendiri.
BACA JUGA:Kronologi Kasus Akuisisi PT ASDP Terhadap PT Jembatan Nusantara
BACA JUGA:Perkembangan Terakhir Kasus Akuisisi PT ASDP terhadap PT Jembatan Nusantara
Isu opportunity loss kembali dipertanyakan saat kuasa hukum terdakwa Soesilo Ariwibowo menanyakan kepada saksi ahli Dian Kartika tentang status kerugian tersebut.
“Dalam pasal korupsi disebut kerugian negara yang pasti dan nyata. Apakah opportunity loss termasuk di dalamnya?” tanya Gunawan. Dian menjawab dengan singkat, “Betul, itu tidak pasti.”
Hakim anggota Sunoto turut menanyakan tindak lanjut rekomendasi BPK dalam Laporan Pemeriksaan Hasil pada 2023 tersebut.
Dian menjelaskan, sebagian rekomendasi sudah dijalankan namun laporan lengkapnya baru akan diterbitkan dalam Laporan Pemeriksaan Hasil semester II tahun 2024. “Hanya saja hingga kini laporan itu belum diterbitkan oleh BPK,” ujar Dian Kartika.
BACA JUGA:ASDP Tutup Penyeberangan Ketapang Gilimanuk dan Padang Bai-Lembar Saat Nyepi
BACA JUGA:Hindari Antrean, ASDP Ketapang Imbau Pemudik Beli Tiket Lebih Awal
Menanggapi pernyataan tersebut, mantan Direktur Utama ASDP Harry MAC menyampaikan bahwa beberapa rekomendasi BPK telah ditindaklanjuti oleh perusahaan.
Ia bahkan menyebut nilai opportunity loss yang awalnya tercatat dengan nominal sebesar Rp4,8 miliar, saat dihitung ulang meningkat menjadi Rp10 miliar.
“Nilai itu sudah diperhitungkan dan dipotong dalam pembayaran akuisisi,” kata Harry Mac.
Dampak Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP untuk Negara yang tidak Diketahui Publik
Meski akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry senilai Rp1,27 triliun sempat menuai sorotan publik, fakta di persidangan justru memperlihatkan dampak yang signifikan terhadap kinerja perusahaan dan pelayanan publik. Berikut rangkumannya:
1. Pangsa Pasar ASDP Melonjak Tajam
Sebelum akuisisi pada 2021, ASDP menguasai sekitar 23% pangsa pasar penyeberangan nasional. Setelah akuisisi rampung pada 2022, angkanya naik menjadi 33,5%, menjadikan ASDP sebagai market leader terbesar di Indonesia, bahkan salah satu yang terbesar di dunia dalam sektor penyeberangan.
2. Layanan Makin Luas dengan Penambahan Rute Komersial Baru oleh ASDP Group
Akuisisi PT JN juga memperluas jangkauan layanan publik.
Sebelum akuisisi (2021): 289 lintasan.
Setelah akuisisi (2022): 310 lintasan.
Artinya, terdapat tambahan 29 lintasan baru yang memperkuat konektivitas laut antarpulau terutama untuk wilayah timur Indonesia dan daerah terpencil.
3. Porsi Pendapatan Komersial terhadap Perintis Meningkat
Setelah akuisisi, ASDP berhasil menyeimbangkan sumber pendapatan sesuai catatan berikut:
Sebelum akuisisi (2021): jalur komersial 70%, perintis 30%.
Setelah akuisisi (2022): jalur komersial 83%, perintis 17%.
Perubahan ini menjaga sustainbility yang memperkuat layanan di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
4. Penugasan Pemerintah Jadi Lebih Cepat dan Adaptif
Pasca-akuisisi, ASDP menjadi lebih tanggap terhadap penugasan pemerintah, seperti mengurai kepadatan arus penyeberangan pada musim liburan, mengantisipasi kebijakan baru, dan menjaga kelancaran logistik nasional.
Transformasi ini menunjukkan peran penting ASDP dalam memperkuat sistem transportasi laut nasional yang efisien dan inklusif.
5. Sinergi Dua Perusahaan Terbesar Perkuat Efisiensi dan Layanan
Sinergi antara ASDP dan JN sebagai induk dan anak perusahaan, hal tersebut memungkinkan kedua perusahaan untuk berbagi sumber daya (sharing resources), mulai dari armada kapal, peralatan, hingga SDM.
Efisiensi operasional turut tercatat meningkat, sementara pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat dan terstandar. Saksi ahli Prof. Rhenald Kasali menilai kolaborasi ini sebagai bukti transformasi positif di tubuh BUMN.
“Sinergi yang baik itu 1 + 1 = 3. Dan itu saya lihat di ASDP,” kata Prof Rhenald Kasali di persidangan. (*)
*) Mahasiswa magang Prodi Sastra Inggris dari Universitas Negeri Surabaya