BACA JUGA:Lapor: Uang Makan Bergizi Gratis (MBG) Diembat
Hingga September 2025, Badan Gizi Nasional mencatat telah terbentuk 7.477 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang tersebar di 38 provinsi, 509 kabupaten, dan 7.022 kecamatan, dengan target perluasan hingga 31 ribu unit tahun ini.
Langkah itu memberikan harapan bahwa anak-anak Indonesia tidak lagi belajar dalam keadaan lapar.
Pemerintah sejatinya dapat mengatasi dilema tersebut dengan cara yang sederhana. Pemenuhan gizi dapat diprioritaskan pada daerah 3T yang notabene memerlukan asupan makanan yang baik dan bergizi (Abshar dkk, 2025).
BACA JUGA:Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Nasionalisme yang Memberdayakan Sumber Pangan Lokal
BACA JUGA:Menyoal Pemburu Rente dan Aransemen Kelembagaan MBG
Sementara itu, daerah yang dinilai sudah maju dapat diintervensi dengan program peningkatan kapasitas pendidikan. Misalnya, penyediaan laboratorium terpadu, layanan konseling yang memadai, dan pusat pembinaan pemuda.
Jika pemerintah serius dalam menyiapkan generasi emas tahun 2045, semestinya hal itu bisa dilakukan tanpa harus membebani anggaran dengan program yang masih perlu penyempurnaan.
TEPAT GUNA DAN TEPAT SASARAN
RUU APBN 2026 telah disetujui DPR RI. Salah satu prioritas terbesar adalah MBG dengan anggaran Rp335 triliun. Dari total anggaran pendidikan Rp769,1 triliun, sekitar Rp223 triliun dialihkan untuk program itu.
Tidak ada masalah dengan nominal tersebut selama implementasinya tepat guna dan tepat sasaran. Tentu publik tak ingin anggaran tersebut menguap, bahkan mengalir ke kantong-kantong pribadi maupun golongan yang berkepentingan.
Anggaran besar tanpa pengawasan publik berisiko menambah panjang daftar kegagalan kebijakan pendidikan di negeri ini.
Hasil penelitian Fatimah dkk (2025) menunjukkan bahwa kendala utama keberhasilan MBG meliputi keterbatasan anggaran, kurangnya koordinasi antarinstansi, dan rendahnya partisipasi masyarakat.
Ada beberapa catatan yang perlu digarisbawahi, supaya MBG tidak sekadar omon-omon.
Pertama, pengawasan mutu makanan harus lebih diperketat. Kasus keracunan karena konsumsi MBG telah menjadi bukti bahwa pemerintah luput mengawasi kualitas gizi. Menjadi ironi, makanan yang semestinya bergizi justru dapat meracuni.
Standar sanitasi dapur, sertifikasi penyedia, hingga audit berkala wajib ditegakkan agar anak-anak tidak menjadi korban.