Pertanyaannya sekarang, siapa yang akan mengambil alih kemudi saat selera pasar mulai bergeser?
Generasi kedua dan ketiga yang lahir dan besar di Eropa memiliki perspektif yang berbeda. Ikatan emosional yang dilakukan dengan Indonesia tidak lagi berbasis pada nostalgia personal, tetapi pada sebuah identitas warisan yang lebih abstrak.
Pasar Malam Asia bukan lagi obat rindu, melainkan sebuah perayaan identitas budaya yang unik dan hibrida. Selain itu, basis konsumennya sudah berekspansi. Pengunjungnya bukan lagi hanya komunitas diaspora, melainkan juga masyarakat Belanda dan Eropa lainnya yang penasaran dengan pengalaman budaya eksotis.
Pergeseran demografi pelanggan tersebut menuntut adaptasi dari manajemen perusahaan. Produk yang ditawarkan perlu berevolusi. Musik yang diputar bisa jadi tidak hanya lagu lawas, tetapi juga karya musisi muda diaspora yang memadukan elemen Timur dan Barat.
Kegagalan melakukan regenerasi visi akan membuat perusahaan tersebut menjadi sekadar museum yang statis. Agar tetap relevan dan berkelanjutan, holding company warisan leluhur tersebut harus mampu mentransformasikan nostalgia menjadi inspirasi.
Pasar malam harus menjadi platform tidak hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk merumuskan masa depan identitas Indo-Eropa dan Asia di Benua Biru, sekaligus menjadi jembatan budaya bagi audiens yang lebih luas.
Keberhasilannya di masa depan akan sangat bergantung pada kemampuan generasi penerus dalam mengelola aset warisan tersebut dengan cara yang inovatif, tanpa kehilangan jiwa yang menjadi fondasinya.
Pada akhirnya, di tengah riuh rendah tawar-menawar dan denting piring, sebuah transaksi yang jauh lebih besar sedang terjadi. Bukan sekadar transaksi jual beli barang, melainkan transfer budaya, pewarisan memori, dan penegasan sebuah eksistensi.
Pasar Malam Asia membuktikan bahwa budaya, jika dikelola dengan visi layaknya sebuah korporasi profesional, dapat menjadi warisan yang tidak hanya lestari, tetapi juga menguntungkan secara spiritual dan komunal.
Sebuah mahakarya manajemen warisan yang layak dipelajari dan dikagumi. (*)
*) Teddy Afriansyah adalah mahasiswa magister kajian sastra dan budaya, Universitas Airlangga.