Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (73): Bekas Pos Logistik, Jadi Desa Wisata

Selasa 04-11-2025,14:55 WIB
Reporter : Doan Widhiandono
Editor : Noor Arief Prasetyo

Di Yishala, pelestarian budaya bukan sekadar simbol. Ia juga jadi sumber ekonomi dan identitas. Sungai jernih, rumah merah bata, dan alun-alun tetap hidup. Bukti bahwa pembangunan dan sejarah bisa berjalan berdampingan.

DESA Yishala ini berdiri di ketinggian 1.680–1.700 meter di tepi Sungai Jinsha. Dikelilingi lembah curam dan bukit hijau di sekitarnya. Di situlah batas Sichuan–Yunnan, yang sejak lama menjadi jalur strategis perdagangan dan militer. Topografi itulah yang menjadikan Yishala pos penting Jalur Kuda Teh (Ancient Tea Horse Road).

Jalur kuno ini terbagi dua. Yang pertama adalah Wuchi di selatan, dari Chengdu ke Yunnan bagian selatan. Lalu ada Lingguan di barat yang melalui Huili sebelum menyeberangi Sungai Jinsha. Kedua jalur bertemu di Yishala.

Artinya, Yishala adalah pos pertama bagi siapa pun yang memasuki Yunnan dari Sichuan. Di masa silam, jalur itu bukan tidak sekadar rute dagang. Militer, pejabat, dan pedagang semuanya harus bermalam di pos tersebut.

BACA JUGA:Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (72): Yishala, Gerbang Waktu di Lembah Jinsha

BACA JUGA:Siswa ITCC Raih Beasiswa ke Tiongkok (6): Siap Taklukkan Dunia Siber

Sistem pos kuno membagi jarak dan rencana perjalanan dengan presisi. Setelah 15 li (sekitar 7,5 kilometer) harus istirahat. Setelah 30 li atau sekitar 15 kilometer untuk makan dan mengganti kuda. Lalu setelah 60 li atau 30 kilometer harus bermalam.

Kini, Yishala tidak lagi pos logistik perjalanan. Ia adalah pos budaya. Museum desa menampilkan peta, artefak, dan dokumentasi tradisi Yi dan Han. Pengunjung bisa memahami sejarah rute, fungsi pos, dan kehidupan masyarakat yang tergambar selama lebih dari satu milenium.

Budaya kontemporer Yi terasa hidup. Di alun-alun, misalnya, tarian kulit kambing-rebana masih bisa disaksikan. Begitu juga sajian seni yang disuguhkan oleh para perempuan dengan baju salaman berwarna-warni. Di pusat informasi pariwisata juga dijual aneka kerajinan warga. Salah satunya adalah batu alas tinta untuk menggambar kaligrafi Tiongkok.

Warga pun aktif menampilkan identitasnya. Memang, merekalah aktor utama pariwisata budaya desa Yishala yang berkategori AAAA (utama) di Tiongkok tersebut.


KOLEKSI MUSEUM Yishala menampilkan peninggalan budaya suku Yi di desa Yishala, Provinsi Sichuan.-Doan Widhiandono-

Pariwisata budaya di Yishala adalah contoh keragaman etnis bisa menjadi daya hidup komunitas. Bukan sekadar simbol. Wisatawan pun datang bukan hanya untuk melihat. Mereka bisa mengalami, menari, menyentuh, dan memahami

Sungai jernih, rumah merah bata, museum, dan tarian Yi menciptakan pengalaman terpadu. Sangat cukup untuk mengisi memori para wisatawan.

Hari itu, matahari sudah tepat di atas kepala. Tapi, kami, para jurnalis peserta China International Press Communication Center (CIPCC) tak peduli dengan keringat yang mengucur. Bersama warga, kami terus menari.


DUA PEREMPUAN suku Yi menjual hasil pertanian di tengah desa mereka.-Doan Widhiandono-

Kategori :