KECERIAAN anak-anak saat menikmati makanan manis sering dikaitkan dengan lonjakan energi, meski faktanya tidak selalu disebabkan oleh gula. --iStock
1. Faktor psikologis
Di laman resminya Cleveland Clinic menuliskan, anak cenderung merasa senang saat mengonsumsi makanan yang disukai, seperti permen atau cokelat.
Rasa bahagia itu bisa membuat mereka lebih bersemangat dan ekspresif, sehingga tampak seolah-olah mengalami lonjakan energi.
BACA JUGA: Konsumsi Gula yang Tepat, Hasilkan Energi Maksimal untuk Pelari
BACA JUGA: Dampak Konsumsi Gula Berlebih pada Anak dan Cara Menguranginya
2. Faktor situasional
Menurut American Psychological Association, momen ketika anak menikmati makanan manis biasanya terjadi dalam suasana yang menyenangkan. Seperti, saat pesta ulang tahun atau bermain bersama teman.
Lingkungan yang ramai dan penuh tawa secara alami dapat meningkatkan energi dan aktivitas fisik anak, bukan semata-mata karena kandungan gulanya.
3. Efek placebo
Menurut Verywell Mind, persepsi orang tua juga berperan besar. Ketika sudah terbiasa berpikir bahwa makan manis membuat anak jadi heboh, orang tua cenderung lebih memperhatikan perilaku aktif anak setelah mengonsumsi gula.
BACA JUGA: Gula untuk Diabetes, Rekomendasi dan Batas Konsumsi dari Ahli Gizi
BACA JUGA: 8 Bahan Alami untuk Mengontrol Kadar Gula Darah secara Tradisional
Akibatnya, momen lain saat anak juga bersemangat tanpa pengaruh makanan manis sering kali terabaikan. Persepsi tersebut akhirnya memperkuat keyakinan bahwa sugar rush benar-benar terjadi.
Meskipun tidak terbukti menyebabkan sugar rush, konsumsi gula tetap perlu dikontrol. World Health Organization (WHO) menerangkan bahwa asupan gula berlebih dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, dan kerusakan gigi pada anak.
KONSUMSI GULA BERLEBIH dapat merusak gigi anak jika tidak diimbangi dengan perawatan yang baik. --iStock