HARIAN DISWAY - Anggota Komisi X DPR RI sekaligus sejarawan, Bonnie Triyana, menegaskan pentingnya melihat fakta sejarah secara utuh dalam menyikapi wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Menurutnya, seorang pahlawan sejati tidak boleh memiliki “cacat sejarah” atau meninggalkan luka bagi bangsanya sendiri.
“Pahlawan itu tidak boleh punya sejarah kelam yang bisa mengurangi nilai perjuangannya. Syaratnya harus sempurna,” kata Bonnie dalam keterangan kepada Parlementaria, Jumat, 7 November 2025.
Bonnie menjelaskan, makna kata pahlawan berakar dari bahasa Sanskerta, yakni dari kata pahala yang berarti hasil atau buah dari perbuatan. Kemudian kata tersebut ditambah dengan Wan untuk menunjukkan kepemilikan.
“Jadi, pahlawan adalah orang yang menerima hasil dari apa yang dia lakukan,” ujarnya.
BACA JUGA:Gus Mus Tolak Rencana Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto
Ia menuturkan, gelar Pahlawan Nasional mulai diberikan pada era Presiden Soekarno sebagai upaya memperkuat identitas bangsa yang baru merdeka.
Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, Tanda Kehormatan, Fadli Zon menjelaskan bahwa Soeharto telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional-Disway.id/Anisha Aprilia-
Sosok pertama yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional adalah Abdul Muis, seorang penulis, wartawan, dan aktivis pergerakan yang berjuang melawan penjajahan Belanda.
“Bung Karno berembuk untuk memberikan gelar pahlawan kepada mereka yang benar-benar berjuang secara fisik. Abdul Muis ditetapkan sebagai pahlawan Nasional Pertama. Ia adalah seorang penulis, Wartawan, aktivis politik, dan aktif di Syarikat ISlam” tutur Bonnie.
Terkait Soeharto, Bonnie menilai penetapan gelar Pahlawan Nasional harus mempertimbangkan seluruh sisi sejarah.
Ia menyoroti sejumlah peristiwa penting di masa kepemimpinan Soeharto, mulai dari pembatasan kebebasan berekspresi, hingga krisis ekonomi 1997–1998 yang mengguncang fondasi Orde Baru.
BACA JUGA:Gus Mus Tak Setuju Soeharto Diberi Gelar Pahlawan, Warga NU yang Dukung Disebut Tak Ngerti Sejarah
Bonnie juga mengingatkan tentang berbagai kasus perampasan dan penderitaan rakyat di masa itu. “Kita lihat di Waduk Kedung Ombo, di Tapos, di Cimacan — banyak sekali perampasan yang terjadi. Pahlawan sejati semestinya bukan dia yang mendatangkan duka untuk rakyatnya sendiri,” ujarnya.
Ia menambahkan, pahlawan sejati bukanlah sosok yang membungkam suara kritis, menimbulkan kesengsaraan, atau melakukan kekerasan terhadap warganya.