Hari Pahlawan 10 November2025: Redefinisi Spirit Kepahlawanan, dari Bambu Runcing ke Gawai Digital

Senin 10-11-2025,21:52 WIB
Oleh: Sukarijanto*

Henri Tajfel, dalam teori social identity (1982), menunjukkan bahwa identitas kelompok dibentuk melalui pengakuan terhadap simbol-simbol budaya dan sejarah perjalanan suatu bangsa dalam membentuk identitas kelompok sosial. 

Dalam konteks identitas bangsa Indonesia, pelbagai perjuangan yang dirintis tokoh revolusi perjuangan di penjuru wilayah Indonesia secara intrinsik merupakan penyampaian pesan penting kepada generasi mendatang bahwa perjuangan membebaskan wilayah dari para penjajah tidak lain adalah perjuangan dalam membangun identitas kebangsaan. 

Pahlawan nasional menjadi simbol yang memperkuat rasa kebanggaan terhadap identitas Indonesia dan semangat kolektif bangsa. Peringatan Hari Pahlawan memungkinkan masyarakat untuk mengingat kembali asal-usul perjuangan dalam memperjuangkan identitas bangsa dan memberikan rasa memiliki terhadap tanah air (nation belongingness). 

BACA JUGA:Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, Pahlawan Pendidikan Perempuan dari Padang Panjang

BACA JUGA:Emil Dardak: Hari Pahlawan Momentum Perkuat Gotong Royong Masyarakat

Setiap tetesan keringat dan darah yang tumpah dari pahlawan bukan sekadar tindakan heroik yang bersifat fisik. Ia adalah prinsip moral yang inheren dengan nilai perjuangan itu sendiri yang senantiasa berlangsung di setiap zaman meski dalam takaran yang berbeda.

Tidak perlu menjadi Bung Tomo yang berapi-api mengobarkan api semangat jihad para pejuang arek-arek Suroboyo dengan bambu runcingnya atau Jenderal Sudirman yang gigih berjuang tanpa kenal lelah di medan laga. 

Akan tetapi, di era serbadigital dewasa ini, menjadi pahlawan bisa berarti menjadi pembawa pesan dan perubahan positif sekalipun hanya melalui layar gawai yang tergenggam di tangan. 

BACA JUGA:Tiga Pahlawan Nasional Baru Asal Jawa Timur, Ini Daftarnya

BACA JUGA:Tutut Soeharto Tanggapi Pro-Kontra Gelar Pahlawan Nasional untuk Ayahnya

Para gen Z dengan segala potensinya adalah pahlawan masa kini yang dapat menyebarkan nilai-nilai luhur dengan satu klik, menginspirasi perubahan sosial melalui satu cuitan di media sosial, atau memulai inovasi untuk kemajuan negeri dengan satu ide cemerlang.

Pertanyaan yang kerap muncul, bagaimana gen Z dapat meneladani semangat pahlawan dalam kehidupan sehari-hari? Barangkali jawabannya bergantung pada pemahaman bahwa pada setiap tindakan, tidak peduli sekecil apa pun, jika dilandasi niat untuk kemaslahatan bersama, adalah tindakan kepahlawanan. 

Menyaring informasi sebelum membagikannya, berkontribusi pada pembangunan masyarakat melalui inovasi teknologi, atau bahkan memilih untuk tidak terjebak dalam penyebaran ujaran kebencian, berita hoaks, dan fitnah adalah bentuk kepahlawanan modern. 

Oleh karena itu, generasi itu memiliki tanggung jawab moral yang besar dalam menggunakan teknologi, bukan hanya sebagai sarana komunikasi atau hiburan, melainkan juga sebagai alat untuk membangun kesadaran berbangsa dan bertanah air.

Pada saat yang sama, harus diakui bahwa teknologi digital memiliki sisi gelap yang berpotensi dapat menggerus nilai-nilai kepahlawanan. 

Cyberbullying, penyebaran hoaks, dan polarisasi yang terjadi di media sosial adalah sebagian dari tantangan tersebut. Generasi muda harus berani mengambil peran sebagai ”pahlawan digital” yang menjaga kohesivitas sosial bangsa dengan mengedepankan etika, empati, dan kecerdasan dalam berinteraksi di ruang digital.

Kategori :