Zohran Mamdani dan Politik Harapan di Tengah Ketimpangan: Sebuah Cermin dari New York untuk Indonesia

Rabu 12-11-2025,20:15 WIB
Oleh: M. Ali Affandi L.N.M*

BACA JUGA:Zohran Mamdani Unggul di Pemilihan Pendahuluan Wali Kota New York

Kalimat-kalimatnya singkat, jelas, dan tanpa basa-basi: ”Freeze the rent.” ”Free the bus.” ”Raise the wage.” Ia menggunakan bahasa yang membumi. 

Tiga kalimat yang mungkin tidak akan lolos meja birokrat, tapi sangat mudah diingat warga biasa. Ia tidak berbicara tentang ”kebijakan fiskal” atau ”reformasi struktural”. Ia hanya berbicara tentang kehidupan nyata: biaya sewa, transportasi, dan upah.

Politiknya sederhana, tetapi bukan penyederhanaan pikiran. Ia justru mengangkat kompleksitas dengan bahasa yang bisa dirasakan.

Itulah yang hilang di banyak demokrasi: kemampuan untuk berbicara kepada rakyat tanpa merendahkan mereka. Mamdani menghidupkan kembali prinsip dasar politik: mendengar sebelum bicara, memahami sebelum menjanjikan.

Bagi banyak warga, politik adalah ruang yang kotor dan tak bisa diubah. Namun, Mamdani membalik persepsi itu. Ia berkata, ”we will fight for you, because we are you.” 

Kalimat itu terdengar sederhana, tapi mengandung kekuatan moral yang luar biasa. Ia tidak menempatkan dirinya sebagai penyelamat, tapi sebagai bagian dari perjuangan kolektif.

Dalam konteks Indonesia, semangat itu sangat relevan. Kita hidup di era saat rakyat mulai skeptis terhadap janji politik, tapi sekaligus haus akan harapan baru. Rakyat ingin pemimpin yang turun ke jalan, bukan sekadar tampil di spanduk. Mereka ingin keberanian yang nyata, bukan basa-basi moralitas.

PELAJARAN UNTUK INDONESIA MENGUBAH LANSKAP POLITIK KE DEPAN

Kemenangan Mamdani mengajarkan bahwa politik yang menyentuh hati selalu menang atas politik yang hanya menghitung suara.

Partai Demokrat dan generasi muda punya peluang besar untuk membawa semangat itu ke tanah air. Generasi muda perlu memiliki posisi untuk menjembatani politik nilai dan politik kerja nyata.

Pelajarannya jelas: dalam politik modern, yang paling penting bukan seberapa keras kita berbicara, melainkan seberapa jernih kita bisa dimengerti. Gunakan bahasa yang mudah dipahami rakyat, bukan istilah teknokratis yang hanya bergema di ruang seminar. 

Fokuslah pada solusi konkret, bukan jargon yang terdengar pintar, tapi tak mengubah apa pun. Politik sejati lahir dari gerakan sukarela: dari energi moral dan kepercayaan publik, bukan dari mesin partai yang hanya bergerak saat musim pemilu tiba. 

Hadirkan diri di tengah rakyat, dengarkan denyut mereka, bukan sekadar tampil di media dengan narasi buatan. Dan, di atas segalanya, tunjukkan integritas serta keberanian untuk berbeda. 

Karena dalam zaman yang penuh kepalsuan, keberanian untuk jujur adalah bentuk paling radikal dari kepemimpinan.

Politik Indonesia tidak kekurangan orang pintar. Yang kurang adalah orang yang berani jujur dan konsisten di tengah badai kompromi. Mamdani menunjukkan bahwa kejujuran, empati, dan kerja keras masih bisa menang, bahkan di tengah sistem yang skeptis.

Kategori :