BACA JUGA:Gus Mus Tak Setuju Soeharto Diberi Gelar Pahlawan, Warga NU yang Dukung Disebut Tak Ngerti Sejarah
Kiranya enam sifat itu masih relevan dengan apa yang kita amati atau bahkan lalui saat ini. Jika kalian menunggu saya mengulas keenam sifat itu dalam tulisan ini, kalian akan menyesal, sudah baca saja bukunya.
Awas, pas baca, jangan sambil tersenyum ya…
PENYAKIT GILA GELAR YANG SUDAH KRONIS
Siapa dari kalian yang ikut berapi-api saat Bahlil mendapatkan gelar S-3 hanya dalam waktu 20 bulan? Atau, siapa dari kalian yang ikut jengkel saat Megawati mengatakan, gini-gini saya profesor kehormatan.
Atau, siapa dari kalian yang melanjutkan ke pendidikan tinggi agar gelar itu bisa dicantumkan di buku kas RT, bisa tercantum di undangan kawinan, atau agar minta dipanggil lengkap saat menjadi tamu kehormatan.
Pertanyaan yang sebenarnya tak penting-penting amat untuk dijawab. Karena sudah dijawab lengkap oleh pejabat dan rakyatnya.
Namun, perlu kita sadari bahwa gila gelar sudah menjadi semacam penyakit lama nan menahun di bangsa ini. Orang bergelar seolah menjadi packaging yang sempurna sekalipun isinya tidak ada.
Entah gelar akademik, ningrat, atau bahkan gelar jabatan terkecil sekalipun menjadi panggilan yang menjengkelkan.
Misalnya, saat teman kalian menjadi seorang ketua organisasi kampus, di mana pun tempat kalau tidak dipanggil ketum, tum, atau mungkin pres, ia akan melirik kalian cukup lama.
Lirikan itu bisa bermakna kejengkelan atas perbuatan yang mencederai pencapaiannya itu.
Cerita yang lain dan mungkin masih kalian ingat adalah gebrakan rektor UII yang tak mau gelar lengkapnya dipakai selain pada dokumen Ijazah mahasiswanya.
Respons unik malah datang dari rektor kampus saya kala itu, beliau merespons dengan cukup wadidaw. Bagi beliau, gelar tertinggi tetap harus disebut karena pencapaian menuju gelar itu penuh dengan perjuangan. Ya, begitulah...
Mengapa saya katakan ini sudah kronis, tak lain karena banyak dari kita sudah kehilangan kesadaran dasar tentang siapa sebenarnya diri sendiri itu.
Kronisnya lagi, orang-orang yang memilih untuk menanggalkan gelarnya sering kali merasa inferior di depan para pengagum gelar. Basar, bangsa gila gelar!
ANTAGONIS YANG BERGELAR PAHLAWAN